Sabtu, Disember 31, 2022

Sunan abu daud kitab jihad sesi 009syarahan

Sunan abu daud kitab jihad sesi 009syarahan

٩ -  الجهاد » ٨٥٤ -  في فضل الحرس في سبيل الله تعالى
9. Jihad » 854. Keutamaan berjaga-jaga di jalan Allah
(17)باب في فَضْلِ الْحَرْسِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى
Bab kelebihan berjaga pada ketika berperang/di jalan Allah

٢١٤٠ - .حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ .حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ عَنْ زَيْدٍ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَلَّامٍ قَالَ حَدَّثَنِي السَّلُولِيُّ أَبُو كَبْشَةَ أَنَّهُ حَدَّثَهُ سَهْلُ ابْنُ الْحَنْظَلِيَّةِ أَنَّهُمْ سَارُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ حُنَيْنٍ فَأَطْنَبُوا السَّيْرَ حَتَّى كَانَتْ عَشِيَّةً فَحَضَرْتُ الصَّلَاةَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ رَجُلٌ فَارِسٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي انْطَلَقْتُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ حَتَّى طَلَعْتُ جَبَلَ كَذَا وَكَذَا فَإِذَا أَنَا بِهَوَازِنَ عَلَى بَكْرَةِ آبَائِهِمْ بِظُعُنِهِمْ وَنَعَمِهِمْ وَشَائِهِمْ اجْتَمَعُوا إِلَى حُنَيْنٍ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ تِلْكَ غَنِيمَةُ الْمُسْلِمِينَ غَدًا إِنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ مَنْ يَحْرُسُنَا اللَّيْلَةَ قَالَ أَنَسُ بْنُ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيُّ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَارْكَبْ فَرَكِبَ فَرَسًا لَهُ فَجَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَقْبِلْ هَذَا الشِّعْبَ حَتَّى تَكُونَ فِي أَعْلَاهُ وَلَا نُغَرَّنَّ مِنْ قِبَلِكَ اللَّيْلَةَ فَلَمَّا أَصْبَحْنَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مُصَلَّاهُ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَلْ أَحْسَسْتُمْ فَارِسَكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَحْسَسْنَاهُ فَثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ يَلْتَفِتُ إِلَى الشِّعْبِ حَتَّى إِذَا قَضَى صَلَاتَهُ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْشِرُوا فَقَدْ جَاءَكُمْ فَارِسُكُمْ فَجَعَلْنَا نَنْظُرُ إِلَى خِلَالِ الشَّجَرِ فِي الشِّعْبِ فَإِذَا هُوَ قَدْ جَاءَ حَتَّى وَقَفَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي انْطَلَقْتُ حَتَّى كُنْتُ فِي أَعْلَى هَذَا الشِّعْبِ حَيْثُ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحْتُ اطَّلَعْتُ الشِّعْبَيْنِ كِلَيْهِمَا فَنَظَرْتُ فَلَمْ أَرَ أَحَدًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ نَزَلْتَ اللَّيْلَةَ قَالَ لَا إِلَّا مُصَلِّيًا أَوْ قَاضِيًا حَاجَةً فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَوْجَبْتَ فَلَا عَلَيْكَ أَنْ لَا تَعْمَلَ بَعْدَهَا
2140. Telah menceritakan kepada kami Abu Taubah, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin Sallam, dari Zaid bin Sallam, bahwa ia telah mendengar Abu Sallam berkata; telah menceritakan kepadaku As Saluli Abu Kabsyah, bahwa Sahl bin Al Hanzhalah telah menceritakan kepadanya bahwa mereka(sahabat) pada saat perang Hunain berjalan bersama Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam dan mereka mempercepat jalan hingga sore hari, kemudian saya melakukan shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu terdapat seorang laki-laki (berkuda) Persia datang dan berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pergi mendahului anda hingga mendaki gunung ini dan ini, dan tiba-tiba saya melihat orang-orang Hawazin, mereka semua telah datang dan tidak satupun diantara mereka yang tertinggal dengan membawa para wanita mereka, hewan-hewan ternak serta kambing-kambing mereka. Mereka telah berkumpul di Hunain. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa dan berkata: "Itu adalah rampasan perang orang-orang muslim besok insya Allah." Kemudian beliau berkata: "Siapakah yang akan menjaga kami pada malam ini?" Anas bin Abu Martsad Al Ghanawi berkata; saya wahai Rasulullah. Beliau berkata; "Naiklah kuda!" kemudian ia menaiki kudanya dan datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata (mengarahkannya) kepadanya: "Datangilah jalan bukit ini hingga engkau berada di puncaknya, dan jangan sampai kami terkecohkan(diserang) karenamu pada malam ini!" Kemudian tatkala pagi hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar ke tempat shalat beliau lalu melakukan shalat dua raka'at. Kemudian beliau berkata: "Apakah kalian telah merasakan kedatangan penunggang kuda kalian?" Mereka berkata; wahai Rasulullah, kami tidak merasakan kedatangannya. Kemudian beliau menyeru untuk melakukan shalat. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat dan menoleh ke bukit hingga setelah selesai shalat beliau berkata: "Bergembiralah, telah datang penunggang kuda kalian!" Kemudian kami melihat ke sela-sela pepohonan di jalan bukit tersebut, dan ternyata penunggang kuda tersebut telah datang hingga ia berdiri di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu mengucapkan salam dan berkata; sesungguhnya saya telah telah pergi hingga berada di puncak jalan bukit ini dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku. Kemudian tatkala pagi hari aku melihat kedua jalan bukit tersebut dan aku tidak melihat seorangpun. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: "Apakah engkau singgah pada malam ini?" Ia berkata; tidak, kecuali hanya melakukan shalat atau menunaikan hajat. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Sungguh engkau telah melakukan tugas ini(sudah pasti  endapat syurga), maka tidak mengapa engkau tidak melakukannya setelah itu."



٩ -  الجهاد » ٨٥٥ -  كراهية ترك الغزو
9. Jihad » 855. Larangan meninggalkan jihad
(18)باب كَرَاهِيَةِ تَرْكِ الْغَزْوِ
Bab larangan meninggalkan berperang.

٢١٤١ - حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا وُهَيْبٌ قَالَ عَبْدَةُ يَعْنِي ابْنَ الْوَرْدِm.  أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِالْغَزْوِ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
2141. Telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Sulaiman Al Marwazi, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Al Mubarak, telah mengabarkan kepada kami Wuhaib, telah berkata 'Abdah bin Al Ward; telah mengabarkan kepadaku Umar bin Muhammad bin Al Munkadir, dari Sumai, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau berkata: "Barangsiapa yang meninggal (dalam keadaan tidak pernah berperang dan tidak bercita-cita untuk berperang) dan belum berperang serta belum berniat untuk berperang, maka ia meninggal berada di atas cabang kemunafikan."

٢١٤٢ - حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ وَقَرَأْتُهُ عَلَى يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ الْجُرْجُسِيِّ قَالَا حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ الْحَارِثِ عَنْ الْقَاسِمِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يَغْزُ أَوْ يُجَهِّزْ غَازِيًا أَوْ يَخْلُفْ غَازِيًا فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ أَصَابَهُ اللَّهُ بِقَارِعَةٍ قَالَ يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ فِي حَدِيثِهِ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
2142. Telah menceritakan kepada kami 'Amr bin Utsman, dan aku bacakan kepada Yazid bin 'Abdu Rabbih Al Jurjusi, mereka berdua mengatakan; telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim dari Yahya bin Al Harits, dari Al Qasim Abu Abdurrahman dari Abu Umamah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa yang tidak berperang atau mempersiapkan orang yang berperang (tentera)atau menggantikan orang yang berperang dalam memberikan kebaikan kepada keluarganya(tidak menjaga keluarga orang yang keluar berperang dengan baik) maka Allah akan menimpakan bencana kepadanya." Yazid bin 'Abdul Rabbih dalam haditsnya berkata; sebelum Hari Kiamat. 

٢١٤٣ - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
2143. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Hammad dari Humaid, dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, jiwa dan lidah kalian."

٩ -  الجهاد » ٨٥٧ -  في نسخ نفير العامة بالخاصة
9. Jihad » 857. Penghapusan hukum mobilisasi umum karena sebab khusus
(19)باب في نَسْخِ نَفِيرِ الْعَامَّةِ بِالْخَاصَّةِ
Bab tentang nasakhnya seruan umum untuk berjihad dengan adanya seruan untuk berjihad

Minit 8
٢١٤٤ - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ .حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَزِيدَ النَّحْوِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ { إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا } وَ { مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ إِلَى قَوْلِهِ يَعْمَلُونَ } نَسَخَتْهَا الْآيَةُ الَّتِي تَلِيهَا { وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً }
2144. Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Marwazi, telah menceritakan kepadaku Ali bin Al Husain, dari ayahnya, dari Yazid An Nahwi, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; "Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih." "Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah……." hingga firman Allah "……yang telah mereka kerjakan." Ayat tersebut telah digantikan (dinasakh)dengan ayat yang berikutnya: "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)."


٢١٤٥ - حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ عَبْدِ الْمُؤْمِنِ بْنِ خَالِدٍ الْحَنَفِيِّ حَدَّثَنِي نَجْدَةُ بْنُ نُفَيْعٍ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ { إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا } قَالَ فَأُمْسِكَ عَنْهُمْ الْمَطَرُ وَكَانَ عَذَابَهُمْ

2145. Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al Hubab, dari Abdul Mukmin bin Khalid Al Hanafi, telah menceritakan kepadaku 
Najdah bin Nufai', ia berkata; saya bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai ayat ini: "Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih." Ia berkata; kemudian ditahanlah hujan dari mereka, dan hal tersebut merupakan adzab bagi(yg menimpa ) mereka. 

Minit 9
❣Syarahan

٩ -  الجهاد » ٨٥٤ -  في فضل الحرس في سبيل الله تعالى
9. Jihad » 854. Keutamaan berjaga-jaga di jalan Allah
(17)باب في فَضْلِ الْحَرْسِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى
Bab kelebihan berjaga pada ketika berperang/di jalan Allah
-ketika berjuang orang-orang kafir.
- jaga orang-orang Islam yg nak buat kerja-kerja agama
- tajuk sebelum ini berjaga di sempadan negaraالرِّبَاطِ
-minit 13
- ini adalah kemuncak.


٢١٤٠ - .حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ .حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ عَنْ زَيْدٍ يَعْنِي ابْنَ سَلَّامٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَلَّامٍ قَالَ حَدَّثَنِي السَّلُولِيُّ أَبُو كَبْشَةَ أَنَّهُ حَدَّثَهُ سَهْلُ ابْنُ الْحَنْظَلِيَّةِ أَنَّهُمْ سَارُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ حُنَيْنٍ فَأَطْنَبُوا السَّيْرَ حَتَّى كَانَتْ عَشِيَّةً فَحَضَرْتُ الصَّلَاةَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ رَجُلٌ فَارِسٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي انْطَلَقْتُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ حَتَّى طَلَعْتُ جَبَلَ كَذَا وَكَذَا فَإِذَا أَنَا بِهَوَازِنَ عَلَى بَكْرَةِ آبَائِهِمْ بِظُعُنِهِمْ وَنَعَمِهِمْ وَشَائِهِمْ اجْتَمَعُوا إِلَى حُنَيْنٍ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ تِلْكَ غَنِيمَةُ الْمُسْلِمِينَ غَدًا إِنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ مَنْ يَحْرُسُنَا اللَّيْلَةَ قَالَ أَنَسُ بْنُ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيُّ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَارْكَبْ فَرَكِبَ فَرَسًا لَهُ فَجَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَقْبِلْ هَذَا الشِّعْبَ حَتَّى تَكُونَ فِي أَعْلَاهُ وَلَا نُغَرَّنَّ مِنْ قِبَلِكَ اللَّيْلَةَ فَلَمَّا أَصْبَحْنَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مُصَلَّاهُ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَلْ أَحْسَسْتُمْ فَارِسَكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَحْسَسْنَاهُ فَثُوِّبَ بِالصَّلَاةِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ يَلْتَفِتُ إِلَى الشِّعْبِ حَتَّى إِذَا قَضَى صَلَاتَهُ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْشِرُوا فَقَدْ جَاءَكُمْ فَارِسُكُمْ فَجَعَلْنَا نَنْظُرُ إِلَى خِلَالِ الشَّجَرِ فِي الشِّعْبِ فَإِذَا هُوَ قَدْ جَاءَ حَتَّى وَقَفَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي انْطَلَقْتُ حَتَّى كُنْتُ فِي أَعْلَى هَذَا الشِّعْبِ حَيْثُ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحْتُ اطَّلَعْتُ الشِّعْبَيْنِ كِلَيْهِمَا فَنَظَرْتُ فَلَمْ أَرَ أَحَدًا فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ نَزَلْتَ اللَّيْلَةَ قَالَ لَا إِلَّا مُصَلِّيًا أَوْ قَاضِيًا حَاجَةً فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَوْجَبْتَ فَلَا عَلَيْكَ أَنْ لَا تَعْمَلَ بَعْدَهَا
2140. Telah menceritakan kepada kami Abu Taubah, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin Sallam, dari Zaid bin Sallam, bahwa ia telah mendengar Abu Sallam berkata; telah menceritakan kepadaku As Saluli Abu Kabsyah, bahwa Sahl bin Al Hanzhalah telah menceritakan kepadanya bahwa mereka(sahabat) pada saat perang Hunain berjalan bersama Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam dan mereka mempercepat jalan hingga sore hari, kemudian saya melakukan shalat (zohor) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Lalu terdapat seorang laki-laki (berkuda) Persia datang dan berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pergi mendahului anda hingga mendaki gunung ini dan ini, dan tiba-tiba saya melihat orang-orang Hawazin, mereka semua telah datang dan tidak satupun diantara mereka yang tertinggal dengan membawa para wanita mereka, hewan-hewan ternak serta kambing-kambing mereka. Mereka telah berkumpul di Hunain. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa dan berkata: "Itu adalah rampasan perang orang-orang muslim besok insya Allah." Kemudian beliau berkata: "Siapakah yang akan menjaga kami pada malam ini?" Anas bin Abu Martsad Al Ghanawi berkata; saya wahai Rasulullah. Beliau berkata; "Naiklah kuda!" kemudian ia menaiki kudanya dan datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata (mengarahkannya) kepadanya: "Datangilah jalan bukit ini hingga engkau berada di puncaknya, dan jangan sampai kami terkecohkan(diserang) karenamu pada malam ini!" Kemudian tatkala pagi hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar ke tempat shalat beliau lalu melakukan shalat dua raka'at. Kemudian beliau berkata: "Apakah kalian telah merasakan kedatangan penunggang kuda kalian?" Mereka berkata; wahai Rasulullah, kami tidak merasakan kedatangannya. Kemudian beliau menyeru untuk melakukan shalat. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukan shalat dan menoleh ke bukit hingga setelah selesai shalat beliau berkata: "Bergembiralah, telah datang penunggang kuda kalian!" Kemudian kami melihat ke sela-sela pepohonan di jalan bukit tersebut, dan ternyata penunggang kuda tersebut telah datang hingga ia berdiri di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu mengucapkan salam dan berkata; sesungguhnya saya telah telah pergi hingga berada di puncak jalan bukit ini dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku. Kemudian tatkala pagi hari aku melihat kedua jalan bukit tersebut dan aku tidak melihat seorangpun. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya: "Apakah engkau singgah (turun dari kuda) pada malam ini?" Ia berkata; tidak, kecuali hanya melakukan shalat atau menunaikan hajat. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Sungguh engkau telah melakukan tugas ini (sudah pasti  mendapat syurga), maka tidak mengapa engkau tidak melakukannya(perkara sunat) setelah itu."

- senyum isyarat kepada menang.
-ini dalil orang kafir boleh jadi tentera bg pihak Islam.
- kafir yg jadi tentera tidak dikenakan jizyah.
- bukan bila kqfir mesti kena jizyah.
- menoleh ketika solat tidak membatalkan solat
Minit 32
- kelebihan berjaga yg sangat besar ganjarannya.
Minit 35
- tidak boleh takut untuk jaga  ajaran Islam, besar pahalanya
- setengah- tengahnya amalan boleh jadi sangat besar dlm
- iaitu amalan-amalan untuk orangramai dan boleh pula berterusan .

٩ -  الجهاد » ٨٥٥ -  كراهية ترك الغزو
9. Jihad » 855. Larangan meninggalkan jihad
(18)باب كَرَاهِيَةِ تَرْكِ الْغَزْوِ
Bab larangan meninggalkan berperang.
-kitab hadits ulamak mutaqadimin , كَرَاهِيَةِ bermaksud larangan.
-Umat Islam umat yg berjuang atau berdakwah.
- minit 45


٢١٤١ - حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ أَخْبَرَنَا وُهَيْبٌ قَالَ عَبْدَةُ يَعْنِي ابْنَ الْوَرْدِm.  أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِالْغَزْوِ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
2141. Telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Sulaiman Al Marwazi, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Al Mubarak, telah mengabarkan kepada kami Wuhaib, telah berkata 'Abdah bin Al Ward; telah mengabarkan kepadaku Umar bin Muhammad bin Al Munkadir, dari Sumai, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau berkata: "Barangsiapa yang meninggal (dalam keadaan tidak pernah berperang dan tidak bercita-cita untuk berperang) dan belum berperang serta belum berniat untuk berperang, maka ia meninggal berada di atas cabang kemunafikan."
- tidak pernah niat/berfikir untuk  "berperang" menjaga agama mati diatas cabang munafik.
-Islamnya tidak sempurna daan tidak di kehendaki oleh Nabi saw

Minit 48


٢١٤٢ - حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ وَقَرَأْتُهُ عَلَى يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ الْجُرْجُسِيِّ قَالَا حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ الْحَارِثِ عَنْ الْقَاسِمِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يَغْزُ أَوْ يُجَهِّزْ غَازِيًا أَوْ يَخْلُفْ غَازِيًا فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ أَصَابَهُ اللَّهُ بِقَارِعَةٍ قَالَ يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ فِي حَدِيثِهِ قَبْلَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
2142. Telah menceritakan kepada kami 'Amr bin Utsman, dan aku bacakan kepada Yazid bin 'Abdu Rabbih Al Jurjusi, mereka berdua mengatakan; telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim dari Yahya bin Al Harits, dari Al Qasim Abu Abdurrahman dari Abu Umamah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa yang tidak berperang atau mempersiapkan orang yang berperang (tentera)atau menggantikan orang yang berperang dalam memberikan kebaikan kepada keluarganya(tidak menjaga keluarga orang yang keluar berperang dengan baik) maka Allah akan menimpakan bencana kepadanya." Yazid bin 'Abdul Rabbih dalam haditsnya berkata; sebelum Hari Kiamat. 

٢١٤٣ - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
2143. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Hammad dari Humaid, dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, jiwa dan lidah kalian."

- jihad , menggunakan sehabis tenaga untuk mempertahankan agama.
-jiwa termasuk penat lelah
-lidah termasuk  dengan tulisan

Xxccccc

Sunan abu daud kitab jihad sesi 010syarahan

Sunan abu daud kitab jihad sesi 010syarahan

٩ -  الجهاد » ٨٥٧ -  في نسخ نفير العامة بالخاصة
9. Jihad » 857. Penghapusan hukum mobilisasi umum karena sebab khusus
(19)باب في نَسْخِ نَفِيرِ الْعَامَّةِ بِالْخَاصَّةِ
Bab tentang nasakhnya (pemansuhan)seruan umum untuk berjihad dengan adanya seruan untuk (khusus) berjihad


٢١٤٤ - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ .حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَزِيدَ النَّحْوِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ { إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا } وَ { مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ إِلَى قَوْلِهِ يَعْمَلُونَ } نَسَخَتْهَا الْآيَةُ الَّتِي تَلِيهَا { وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً }
2144. Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Marwazi, telah menceritakan kepadaku Ali bin Al Husain, dari ayahnya, dari Yazid An Nahwi, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; "Jika kamu tidak berangkat(keluar) untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih." "Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah……." hingga firman Allah "……yang telah mereka kerjakan." Ayat tersebut telah digantikan (dinasakh/dimansukhkan) dengan ayat yang berikutnya (mengiringinya): "Tidak sepatutnya(lah perlu) bagi  mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)."


٢١٤٥ - حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ. حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ عَبْدِ الْمُؤْمِنِ بْنِ خَالِدٍ الْحَنَفِيِّ . حَدَّثَنِي نَجْدَةُ بْنُ نُفَيْعٍ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ { إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا } قَالَ فَأُمْسِكَ عَنْهُمْ الْمَطَرُ وَكَانَ عَذَابَهُمْ

2145. Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al Hubab, dari Abdul Mukmin bin Khalid Al Hanafi, telah menceritakan kepadaku 
Najdah bin Nufai', ia berkata; saya bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai ayat ini: "Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih." Ia berkata; kemudian ditahanlah hujan dari mereka, dan hal tersebut merupakan adzab bagi (yg menimpa ) mereka. 

٩ -  الجهاد » ٨٥٨ -  في الرخصة في القعود من العذر
9. Jihad » 858. Rukhshah untuk tidak jihad karena udzur
(20)باب في الرُّخْصَةِ فِي الْقُعُودِ مِنَ الْعُذْرِ
Bab kebenaran tidak keluar berperang kerana keuzuran.

٢١٤٦ - حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ .  حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ خَارِجَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ كُنْتُ إِلَى جَنْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَشِيَتْهُ السَّكِينَةُ فَوَقَعَتْ فَخِذُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى فَخِذِي فَمَا وَجَدْتُ ثِقْلَ شَيْءٍ أَثْقَلَ مِنْ فَخِذِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ سُرِّيَ عَنْهُ فَقَالَ اكْتُبْ فَكَتَبْتُ فِي كَتِفٍ { لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ } { وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ } إِلَى آخِرِ الْآيَةِ فَقَامَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى لَمَّا سَمِعَ فَضِيلَةَ الْمُجَاهِدِينَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ بِمَنْ لَا يَسْتَطِيعُ الْجِهَادَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فَلَمَّا قَضَى كَلَامَهُ غَشِيَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ السَّكِينَةُ فَوَقَعَتْ فَخِذُهُ عَلَى فَخِذِي وَوَجَدْتُ مِنْ ثِقَلِهَا فِي الْمَرَّةِ الثَّانِيَةِ كَمَا وَجَدْتُ فِي الْمَرَّةِ الْأُولَى ثُمَّ سُرِّيَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اقْرَأْ يَا زَيْدُ فَقَرَأْتُ { لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ } فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ } الْآيَةَ كُلَّهَا قَالَ زَيْدٌ فَأَنْزَلَهَا اللَّهُ وَحْدَهَا فَأَلْحَقْتُهَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى مُلْحَقِهَا عِنْدَ صَدْعٍ فِي كَتِفٍ
2146. Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abu Az Zinad, dari ayahnya, dari Kharijah bin Zaid dari 
Zaid bin Tsabit, ia berkata; aku pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau diliputi(kelubungi)  oleh ketenangan, kemudian paha Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terjatuh (menindih) di atas pahaku, dan tidaklah aku mendapatkan sesuatu yang lebih berat daripada paha Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian rasa berat tersebut hilang dari beliau. Kemudian beliau berkata: "Tulislah!" Kemudian aku tuliskan di tulang pundak(belikat) hewan(unta) firman Allah: "Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah……" hingga akhir ayat. Kemudian Ibnu Ummi Maktum orang yang buta berdiri tatkala ia mendengar keutamaan orang-orang yang berjihad dijalan Allah, lalu berkata; wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang mukmin yang tidak mampu untuk berjihad? Kemudian tatkala ia telah selesai berbicara maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diliputi (dikelubungi)rasa tenang kemudian pahanya terjatuh di atas pahaku dan aku merasakan beratnya lagi(kali kedua) sebagaimana aku merasakannya pada kali pertama. Kemudian rasa berat tersebut hilang dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau berkata: "Bacalah wahai Zaid!" kemudian aku membaca: "Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) …" kemudian beliau berkata: "Selain orang-orang yang berudzur." Zaid berkata; Allah menurunkan ayat tersebut tersendiri ({ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ }(, kemudian aku menggabungkannya(memasukannya dicelah). Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sungguh sepertinya aku melihat gabungannya pada belahan(rekahan) tulang pundak. 

٢١٤٧ - حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ  . حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ مُوسَى بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَقَدْ تَرَكْتُمْ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ وَلَا قَطَعْتُمْ مِنْ وَادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُمْ فِيهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَكُونُونَ مَعَنَا وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ فَقَالَ حَبَسَهُمْ الْعُذْرُ

2147. Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Humaid, dari Musa bin 
Anas bin Malik, dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh aku telah meninggalkan di Madinah beberapa orang, tidaklah kalian melakukan suatu perjalanan dan memberikan suatu infaq serta melewati sebuah bukit melainkan mereka (mendapat pshala) bersama dengan kalian." Mereka berkata; wahai Rasulullah, bagaimana mereka bersama dengan kami sementara mereka berada di Madinah? beliau berkata: "Mereka tertahan oleh udzur (jika tidak nereka dtg juga)."

Minit 8
٩ -  الجهاد » ٨٥٩ -  ما يجزئ من الغزو
9. Jihad » 859. Yang bisa menggantikan dari ikut berperang
(21)باب مَا يُجْزِئُ مِنَ الْغَزْوِ
Bab amalan mendatang pahala berperang kepada sesaorang walaupun dia tidak keluar berperang.

٢١٤٨ - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ أَبِي الْحَجَّاجِ أَبُو مَعْمَرٍ  . حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ .حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ .حَدَّثَنِي يَحْيَى .حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ .حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ خَالِدٍ الْجُهَنِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا وَمَنْ خَلَفَهُ فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا
2148. Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin 'Amr bin Abu Al Hajjaj Abu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Warits, telah menceritakan kepada kami Al Husain, telah menceritakan kepadaku Yahya telah menceritakan kepadaku Abu Salamah, telah menceritakan kepadaku Busr bin Sa'id, telah menceritakan kepadaku 
Zaid bin Khalid Al Juhani, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang mempersiapkan orang yang berperang di jalan Allah maka sungguh ia telah berperang, dan barangsiapa yang menggantikannya menjaga keluarganya(orang yg keluar berperang) dengan baik maka sungguh ia telah berperang."

Minit 9

٢١٤٩ - حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ  . أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ . أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى الْمَهْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ إِلَى بَنِي لَحْيَانَ وَقَالَ لِيَخْرُجْ مِنْ كُلِّ رَجُلَيْنِ رَجُلٌ ثُمَّ قَالَ لِلْقَاعِدِ أَيُّكُمْ خَلَفَ الْخَارِجَ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ بِخَيْرٍ كَانَ لَهُ مِثْلُ نِصْفِ أَجْرِ الْخَارِجِ
2149. Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku 'Amr bin Al Harits, dari Yazid bin Abu Habib, dari Yazid bin Abu Sa'id mantan budak Al Mahri, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengirim utusan(tentera) kepada Bani Lahyan, dan berkata: "Hendaknya diantara dua orang ada satu orang yang keluar!" Kemudian beliau berkata kepada orang yang tidak berperang: "Barangsiapa yang menggantikan orang yang keluar menjaga keluarga dan hartanya dengan baik maka baginya seperti setengah pahala orang yang keluar berperang."

Minit 10
٩ -  الجهاد » ٨٦٠ -  في الجرأة والجبن
9. Jihad » 860. Berani dan pengecut
(22)باب في الْجُرْأَةِ وَالْجُبْنِ
Bab tentang sifat berani dan pengecut(penakut).

٢١٥٠ - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْجَرَّاحِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ مُوسَى بْنِ عَلِيِّ بْنِ رَبَاحٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مَرْوَانَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَجُبْنٌ خَالِعٌ
2150. Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Jarrah, dari Abdullah bin Yazid dari Musa bin Ali bin Rabah, dari ayahnya, dari Abdul 'Aziz bin Marwan, ia berkata; saya mendengar Abu Hurairah berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seburuk-buruk perkara yang ada pada seseorang adalah kekikiran (kedekut yg meresahkan jiwa) serta ketamakan, dan sifat penakut (yg menanggalkan jantungnya) serta lemah."

Minit 12

٩ -  الجهاد » ٨٦١ -  في قوله تعالى ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة
9. Jihad » 861. Tentang firman Allah "dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,"

(23) باب في قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ}
Bab jgn kamu campakan diri kamu dalam kebinasaan.

٢١٥١ - .حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرْحِ. حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ حَيْوَةَ بْنِ شُرَيْحٍ وَابْنِ لَهِيعَةَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَسْلَمَ أَبِي عِمْرَانَ قَالَ غَزَوْنَا مِنْ الْمَدِينَةِ نُرِيدُ الْقُسْطَنْطِينِيَّةَ وَعَلَى الْجَمَاعَةِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِ وَالرُّومُ مُلْصِقُو ظُهُورِهِمْ بِحَائِطِ الْمَدِينَةِ فَحَمَلَ رَجُلٌ عَلَى الْعَدُوِّ فَقَالَ النَّاسُ مَهْ مَهْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يُلْقِي بِيَدَيْهِ إِلَى التَّهْلُكَةِ فَقَالَ أَبُو أَيُّوبَ إِنَّمَا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِينَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ لَمَّا نَصَرَ اللَّهُ نَبِيَّهُ وَأَظْهَرَ الْإِسْلَامَ قُلْنَا هَلُمَّ نُقِيمُ فِي أَمْوَالِنَا وَنُصْلِحُهَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى { وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ } فَالْإِلْقَاءُ بِالْأَيْدِي إِلَى التَّهْلُكَةِ أَنْ نُقِيمَ فِي أَمْوَالِنَا وَنُصْلِحَهَا وَنَدَعَ الْجِهَادَ قَالَ أَبُو عِمْرَانَ فَلَمْ يَزَلْ أَبُو أَيُّوبَ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى دُفِنَ بِالْقُسْطَنْطِينِيَّةِ

2151. Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Amr bin As Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Haiwah bin Syuraih, dan Ibnu Luhai'ah, dari Yazid bin Abu Habib, dari 
Aslam Abu Imran, ia berkata; kami pergi berperang dari Madinah menuju Al Qusthanthiniyyah, dan kami dipimpin(diketuai) oleh Abdurrahman bin Khalid bin Al Walid, sementara orang-orang Romawi menempelkan punggung (dekat) mereka pada dinding(benteng) kota. Kemudian terdapat seseorang yang menyerbu musuh, lalu orang-orang berkata; tahan, tahan! Laa ilaaha illah, ia telah melemparkan dirinya kepada kebinasaan. Kemudian Abu Ayyub berkata; sesungguhnya ayat ini turun mengenai kami, orang-orang anshar. Tatkala Allah membela Nabinya dan memenangkan Islam kami berkata; mari kita mengurusi harta kita dan memperbaikinya. Kemudian Allah ta'ala menurunkan ayat: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." Menjatuhkan diri sendri ke dalam kebinasaan adalah mengurusi harta kami dan memperbaikinya serta meninggalkan jihad. Abu Imran berkata; Abu Ayyub terus berjihad di jalan Allah hingga ia dikuburkan di Qusthanthiniyyah. 

Minit 15

٩ -  الجهاد » ٨٥٧ -  في نسخ نفير العامة بالخاصة
9. Jihad » 857. Penghapusan hukum mobilisasi umum karena sebab khusus
(19)باب في نَسْخِ نَفِيرِ الْعَامَّةِ بِالْخَاصَّةِ
Bab tentang nasakhnya (pemansuhan)seruan umum untuk berjihad dengan adanya seruan untuk (khusus) berjihad

٢١٤٤ - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ .حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَزِيدَ النَّحْوِيِّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ { إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا } وَ { مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ إِلَى قَوْلِهِ يَعْمَلُونَ } نَسَخَتْهَا الْآيَةُ الَّتِي تَلِيهَا { وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً }
2144. Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al Marwazi, telah menceritakan kepadaku Ali bin Al Husain, dari ayahnya, dari Yazid An Nahwi, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; "Jika kamu tidak berangkat(keluar) untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih." "Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah……." hingga firman Allah "……yang telah mereka kerjakan." Ayat tersebut telah digantikan (dinasakh/dimansukhkan) dengan ayat yang berikutnya (mengiringinya): "Tidak sepatutnya (lah perlu) bagi  mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)."

At-Taubah 9:39
إِلَّا تَنفِرُوا۟ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْـًٔاۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ 
Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih dan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan merugikan-Nya sedikit pun. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

At-Taubah 9:122
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةًۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ 
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.

-istilah nasakh mansukh mengikut ulamak muatakhirin atau mutaqadimin?
-Ubaidullah Sindii kata tiada ayat quran yg mansukh.
-minit 32
- orang yg dipilih oleh Rasullah , tetapi dia tak keluar juga, itulah maksudnya
- mereka yg disebut nama tetapi tetap tak keluar
- tiada soal mansukh.
-ayah atau mak boleh pusaka.
-orang kafir tidak boleh terima pusaka sedang ayat quran kata anak boleh terima pusaka.
-tentang umum makhssus, yang mana anak kafir atau anak yg bunuh ayahnya tidak boleh terima walaupun ada ayat quran kata anak boleh terima.
-hukum tetap berjalan cuma ada beberapa keadaan yg dikecualikan jadi bukanlah ayat quran dimansukhkan dan sahabat terima sebagai muhkam.
- penggunaan نَسْخِ kerana ia adalah istilah
-minit 44, abu daud nak beritahu ada khilaf akibat tidak ikut nabi pergi berperang tu, ada yg kata mansukh dan ada yg tak sebut langsung tentang mansukh.
Mereka tidak mendapat hujan itu sj.
-bg لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ (mendalami agama) lebih tinggi dari ferdu ain
-maksud perang juga ada ketika pergi belajar  yakni meninggikan atau menegakan agama seperti tujuan berperang.


٢١٤٥ - حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ. حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ عَبْدِ الْمُؤْمِنِ بْنِ خَالِدٍ الْحَنَفِيِّ . حَدَّثَنِي نَجْدَةُ بْنُ نُفَيْعٍ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ { إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا } قَالَ فَأُمْسِكَ عَنْهُمْ الْمَطَرُ وَكَانَ عَذَابَهُمْ

2145. Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al- Hubab, dari Abdul Mukmin bin Khalid Al Hanafi, telah menceritakan kepadaku 
Najdah bin Nufai', ia berkata; saya bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai ayat ini: "Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih." Ia berkata; kemudian ditahanlah hujan dari mereka, dan hal tersebut merupakan adzab bagi (yg menimpa) mereka. 

- perawi Najdah ini majhul, hadits ini tidak sahih


Jumaat, Disember 30, 2022

Sahih bukhari kitab iman sesi 01 150-181s

Sahih bukhari kitab iman sesi 01 150-181s

Kitab iman⁸⁸

باب الإِيمَانِ وَقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ)):
وَهُوَ قَوْلٌ وَفِعْلٌ، وَيَزِيدُ وَيَنْقُصُ.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ}،
{وَزِدْنَاهُمْ هُدًى}،
{وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى}،
{وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ}،
{وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا}،
وَقَوْلُهُ: {أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا}.
وَقَوْلُهُ جَلَّ ذِكْرُهُ: {فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا}.
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {وَمَا زَادَهُمْ إِلاَّ إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا}.
وَالْحُبُّ فِي اللَّهِ وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ مِنَ الإِيمَانِ.
وَكَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِلَى عَدِيِّ بْنِ عَدِيٍّ إِنَّ لِلإِيمَانِ فَرَائِضَ وَشَرَائِعَ وَحُدُودًا وَسُنَنًا، فَمَنِ اسْتَكْمَلَهَا اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَكْمِلْهَا لَمْ يَسْتَكْمِلِ الإِيمَانَ، فَإِنْ أَعِشْ فَسَأُبَيِّنُهَا لَكُمْ حَتَّى تَعْمَلُوا بِهَا، وَإِنْ أَمُتْ فَمَا أَنَا عَلَى صُحْبَتِكُمْ بِحَرِيصٍ.
وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ: {وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي}.
وَقَالَ مُعَاذٌ: اجْلِسْ بِنَا نُؤْمِنْ سَاعَةً.
وَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: الْيَقِينُ الإِيمَانُ كُلُّهُ.
وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: لاَ يَبْلُغُ الْعَبْدُ حَقِيقَةَ التَّقْوَى حَتَّى يَدَعَ مَا حَاكَ فِي الصَّدْرِ.
وَقَالَ مُجَاهِدٌ: {شَرَعَ لَكُمْ} أَوْصَيْنَاكَ يَا مُحَمَّدُ وَإِيَّاهُ دِينًا وَاحِدًا.
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: {شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا} سَبِيلاً وَسُنَّةً.

1-Bab Iman :
Sabda nabi s.a.w. 'Islam Itu Terbina Di Atas Lima Asas⁸⁹. 
Ia (Iman) Adalah ucapan Dan Perbuatan,⁹⁰  Ia Boleh Bertambah Dan Berkurang.⁹¹ 
Allah s.w.t. Berfirman bermaksud: Supaya bertambah keimanan mereka disamping keimanan yang telah ada pada mereka (al-fath:4).
Kami tambah kepada mereka petunjuk(al kahf:13),
Dan Allah menambah lagi hidayat kepada mereka yang telah mendapat hidayah(Maryam :76)
Bagi orang-orang yang telah mendapat hidayat akan ditambah lagi hidayat dan diberikan kepada mereka ketaqwaan (Muhamad:17).
Dan supaya bertambah keimanan bagi mereka yang telah beriman (al muddasir:31)⁹². 
Siapakah diantara kamu yang bertambah Imannya dengan turunnya surah ini. Kerana bagi orang-orang yang beriman surah ini menambahkan lagi iman (at taubah:124)⁹³. (Golongan munafik berkata): Takutlah  kepada pasukan tentera kuffar Quraisy. Sesungguhnya kata2 itu semakin menambahkan lagi iman mereka.(Ali Imran:173) .
Tidaklah  menambahkan kepada mereka melainkan keimanan dan penyerahan(al-Ahzab :22)
Kasih kerana Allah dan benci kerana Allah adalah sebahagian daripada iman⁹⁴. 
Umar Bin Abdul Aziz  menulis surat Kepada   Asi Bin Adi, Di mana beliau telah menyatakan Bahawa Didalam Iman Terkandung Banyak Kewajipan, Peraturan, Ketetapan (Dan Perkara-Perkara Sunat.⁹⁵ 
Sesiapa Yang Menyempurnakan  Bererti Dia Telah Menyempurnakan Iman Dan Sesiapa Yang Tidak Menyempurnakanya bererti mengurangi Iman Itu.⁹⁶ 
Jika Saya masih hidup, Saya akan Terangkan Kepadamu Tentang Perkara-Perkara Tersebut Supaya Kamu Dapat Beramal Dengannya. Tetapi Jika Saya mati, Tidaklah İngin Sangat Saya Bersamamu (Di Dunia İni).⁹⁷ 
Nabi Ibrahim A.S Berkata: Akan Tetapi Supaya Tenang Hatiku"(Al-baqarah:260)⁹⁸  .
Muaz Bin Jabal Berkata Kepada Aswad Bin Bilal: Duduklah Bersama Kami Sejenak untuk  Beriman  (Menyegarkan iman)⁹⁹ 
Kata Ibnu Masud: Keyakinan Itu Adalah Iman Kesemuanya .¹⁰⁰ 
Ibnu Umar Berkata: Seseorang Itu Tidak Akan Sampai Kepada Haqiqat Taqwa Selagi Dia tidak meninggalkan Perkara Yang Diragui Hati Sanubarinya.¹⁰¹
Mujahid  Berkata Ketika Menafsirkan firman Allah s.w.t. Dia telah memberikan kepada Kamu Agama Yang Juga Telah diberikanNya kepada Nuh(as syura:13).
Maksudnya ialah :Kami telah berikan kepada kamu wahai Muhamad dan kepadanya (Nuh) agama yang sama.¹⁰² 
Ibnu Abbas ketika menafsirkan dua perkataan dalam satu firman Allah ,iaitu 'syir'atan dan 'minhaja', Berkata: Sebagai Jalan  dan Cara¹⁰³.
Beliau juga menafsirkan perkataan دعائكم(dalam ayat 77 surah al furqan dengan Iman Kamu¹⁰⁴. (Salah satu )makna doa dalam bahasa Arab adalah iman.

٨ - حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

8 - 'Ubaidullah bin Musa (bin Baazaam m.213/214H) meriwayatkan kepada kami, katanya: Handzalah bin Abi Sufyan (bin 'Abdir Rahman al-Qurasyi al-Makki m. 151H) meriwayatkan kepada kami daripada 'Ikrimah bin Khalid (bin al-Aash bin Hasyim al-Qurasyi al-Makki m. 114/115H) daripada Ibni 'Umar r.a,¹⁰⁵  katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda.¹⁰⁶  "Islam dibangunkan di atas lima ¹⁰⁷ sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad perkara; ( 1 ) adalah Bersaksi utusan bahawa Allah.(2) Mendirikan sembahyang.¹⁰⁸ (3) Mengeluarkan zakat.¹⁰⁹ (4) Mengerjakan haji dan
(5)Berpuasa di bulan Ramadhan¹⁰⁵

___________________________________________________________
⁸⁹ Dalam membuka perbahasan tentang iman Imam Bukhari memulakannya dengan sebuah hadits Nabi s.a.w. yang sangat masyhur tentang rukun Islam. Padahal beliau sedang membicarakan suatu perbahasan di bawah tajuk Kitabul Iman dan Babul Iman. Beliau sepatutnya mengemukakan hadits yang membicarakan tentang iman- bukannya tentang Islam! Kemusykilan yang timbul ini sesungguhnya akan terjawab apabila maksud sebenar Imam Bukhari diselami dengan lebih mendalam. Ini kerana tujuan beliau mengaitkan Islam dengan iman adalah untuk menegaskan iman itu tidak akan membentuk apa-apa gambaran yang mampu disaksikan tanpa dilukis di atas kanvas Islam. Kerana Islam adalah manifestasi yang lahir dan terserlah daripada kewujudan suatu platform bernama iman. Sekiranya iman itu hanya tersimpan di dalam hati sahaja tanpa dizahirkan melalui sebarang gambaran, maka ia tidak akan membuahkan apa-apa hasil dan manfaat. Misalnya bila keislaman seseorang itu tidak pernah dimaklumi oleh sesiapapun, sudah pasti dia tidak akan mendapat hak atau dilayani sebagai seorang Islam oleh mayarakat sekeliling. Dan sekiranya orang tersebut meninggal dunia- jenazahnya mungkin saja akan dikebumikan di tanah perkuburan bukan Islam tanpa diselenggarakan mengikut syariat Islam.

⁹⁰Berdasarkan nuskhah Kusymahani; وَهُوَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ(Iman adalah ucapan dan amalan), bukan وَهُوَ قَوْلٌ وَفِعْلٌ ( Iman adalah ucapan dan perbuatan). Menurut Hafiz Ibnu Hajar ia adalah lafaz hadits yang dha'if. Iman seseorang itu tidak boleh tidak, haruslah dizahirkan melalui ucapan dan perbuatan. Kerana iman tidak akan sebarang erti tanpa perbuatan atau amalan. Justeru iman tanpa amalan bagaikan pokok yang tidak berbuah. Dan iman yang di dasar hati, akan diterjemahkan ke dalam ucapan dan amalan. Kerana dorongan iman yang sejati mempunyai gema dan daya yang terlalu kuat untuk dibendung di dalam dada setiap pemiliknya. Begitu jugalah    lumrah dengan apa jua perasaan yang terpendam di dalam hati setiap insan Iazimnya mereka akan meluah dan mempamirkannya dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Ucapan serta amalan yang mencermin dan membuktikan keimanan seseorang itulah dinamakan Islam.
Berdasarkan kepada kenyataan inilah Imam Bukhari menganggap Islam dan iman itu adalah dua perkara yang sama. Kerana apakah nilainya keislaman seseorang yang tidak disertakannya dengan keimanan? Keimanan seseorang juga tidak akan mendatangkan apa-apa faedah tanpa pengaplikasian keislamannya. Sebagai contoh; orang-orang yang miskin di kalangan masyarakat Islam tidak akan selamanya dapat mengecapi faedah dan kebaikan zakat yang disyariatkan oleh Islam untuk membantu meringankan beban tanggungan mereka, sekiranya masyarakat Islam yang berada dan berkemampuan, kesemuanya bersepakat tidak mahu menunaikan rukun Islam yang ketiga itu. Begitu jugalah dengan amalan-amalan muamalat lain yang digalakkan dan dianjurkan oleh syariat, hikmah di sebalik setiap penetapan peraturan dan hukumny'a tidak akan dapat dinikmati dan disaksikan. Oleh itu, Islam dan iman adalah dua perkara yang tidak boleh diasingkan kerana kedua-duanya saling menterjemah dan mencerminkan satu sama lain. Setiap ucapan, sama ada yang berbentuk ibadat khusus seperti lafaz-lafaz Tasbih, Tahmid, Selawat dan sebagainya, ataupun yang berunsur kebaikan seperti nasihat, pengajaran dan seumpamanya hanya akan dikira sebagai ibadah yang akan diberikan ganjaran pahala apabila ianya diletakkan di atas asas iman dan Islam. Begitu juga dengan setiap perbuatan atau amal saleh lain yang dituntut pelaksanaannya dalam Islam, kesemuanya hanya akan dikira sebagai ibadah setelah ianya didahului oleh Iman dan Islam. Ungkapan di atas juga bererti iman hanya akan dapat diterjemahkan apabila orang-orang yang beriman mengaplikasikannya dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Kerana seseorang yang beriman akan sentiasa memastikan setiap ucapan dan perbuatannya tidak akan tergelincir daripada garis panduan yang ditetapkan oleh Islam.

⁹¹ Rangkai kata يزد وينقص  sebenarnya adalah sebahagian hadits yang diriwayatkan oleh Daaraquthni daripada Muaaz bin Jabal. Lafaz hadits selengkapnya . Kata asy-Syaukaani di dalam al-Fawaa'idu al-Majmu'ah: الإيمان يزيد وينقص
"Hadits diriwayatkan oleh Daaraquthni daripada Mu'aaz secara marfuk. Di dalam isnadnya ada Ammaar bin Mathar.
Hadits-haditsnya semuanya karut. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu 'Adi daripada Abi Hurairah secara marfuk.  Di dalam isnadnya ada Ahmad bin Muhammad bin Harb dan gurunya Ibnu 'Adi juga meriwayatkan daripada Waatsilah bin al-Asqa' secara marfu' dengan lafaz: الإيمان قول وعمل ويزيد وينقص وعليكم بالسنة فالزموها. Kata Ibnu 'Adi, hadits ini maudhuk . Punca penyakitnya ialah Ma'rufal-Khaiyaath. Az-Zahabi di dalam Mizaannya berkata: Hadits ini yakin palsu. Ada lagi beberapa saluran riwayat bagi hadits ini di dalam kitab Haakim, al-Jauzaqaani dan lain-lain, Tetapi tidak ada satu pun daripadanya sahih." Hadits ini juga diriwayatkan secara mauquf oleh Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah daripada Abi Hurairah, Ibnu 'Abbaas dan Abi ad-Dardaak. Tetapi semuanya dha'if juga. Walaupun hadits ini dihukum dha'if oleh para muhadditsin kerana sanad-sanadnya yang dha'if, namun mereka tetap mengatakan maknanya adalah sahih.

Rangkai kata yang dikemukakan oleh Bukhari ini jelas menunjukkan beliau menerima konsep Murakkabnya iman itu. Sebaliknya Imam Abu Hanifah pula berpendapat, iman itu sendiri tidak boleh bertambah atau berkurang. Yang boleh bertambah dan berkurang ialah kaifiyatnya iaitu kesan buah atau hasilnya sahaja. Kerana kuantiti Mu'man bihi (apa yang wajib diimani) sebagaimana yang tersebut di dalam rukun iman misalnya tidak boleh dipinda lagi. Contohnya setiap orang yang beriman tentulah tidak akan menolak kepercayaan tentang berlakunya hari Qiamat. walau bagaimanapun kesan daripada kepercayaan terhadap hari yang pasti akan muncul itu tentulah tidak akan sama di antara seorang manusia biasa dengan seorang nabi atau malaikat misalnya. lanya bolehlah diumpamakan seperti seludang pokok, walaupun pohon-pohonnya berasal daripada baka yang sama, tetapi masing-masing tidak menghasilkan jumlah buah-buah yang sama banyaknya. Ada yang merimbun buahnya, namun mungkin juga ada yang jantan, langsung tidak berbuah. Ada yang buah-buahnya sungguh manis, namun terdapat juga yang kelat atau masam rasanya.

Begitu jugalah dengan 'buah' keimanan seseorang, ada di antara orang yang beriman sanggup menggadaikan nyawanya demi mempertahankan kedaulatan Islam, Namun tidak kurang juga yang masih belum sanggup berkorban sampai ke tahap itu. Golongan yang 'Kaifiat' imannya berada di peringkat ini mungkin sekali melarikan diri daripada medan perjuangan.
Jadi menurut Imam Abu Hanifah, pokok iman tetap tidak akan berkurang Juzu-juzu' atau bahagian-bahagiannya. Yang boleh berkurang adalah hasil atau Kaifiatnya sahaja. Namun Imam Bukhari dan barisan 'ulama' yang bersependapat dengannya mengatakan iman itu sendiri boleh bertambah dan berkurang. Keadaannya bergantung kepada amalan seseorang. Walau bagaimanapun. jika diperhati dan dibandingkan di antara kedua-dua pendapat tersebut, sebenarnya tidak wujud sebarang perbezaan di antara kedua-duanya, apabila masing-masing sama-sama mengaitkan amalan atau Kaifiatnya sebagai ukuran pertambahan atau kekurangan iman.

⁹² Ayat-ayat yang di paparkan oleh Imam Bukhari di atas dengan jelas menyatakan bahawa iman itu boleh bertambah dan berkurang. Namun sepertimana telah penulis perjelaskan tadi, konsep pertambahan dan kekurangannya berbeza di antara pandangan beliau dengan pandangan Imam Abu Hanifah. walaupun apabila dicermati, perbezaan yang timbul hanyalah dari sudut kaedah dan pendekatan teknikal sahaja. Tambahan pula tujuan Imam Bukhari membawakan ayat-ayat yang membuktikan pasang surut iman ini adalah untuk mengkritik dakwaan golongan Murji 'ah yang berpendapat iman tidak terjejas dengan apa jua amalan sekalipun. Bagi mereka setiap orang Islam tetap akan dimasukkan ke dalam syurga walaupun tanpa melakukan sebarang amalan keta' atan dan di sepanjang hidupnya ia bergelumang dengan apa jua amalan maksiat sekalipun. Fahaman sebegini sebenarnya tidak jauh bezanya dengan fahaman orang-orang Yahudi yang selesa dengan 'keyahudian' mereka apabila al-Qur'an merakamkan kata-kata mereka begini;

Aal-e-Imran 3:24
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا۟ لَن تَمَسَّنَا ٱلنَّارُ إِلَّآ أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍۖ وَغَرَّهُمْ فِى دِينِهِم مَّا كَانُوا۟ يَفْتَرُونَ
Bermaksud: Yang demikian ialah disebabkan mereka (mendakwa dengan) berkata: "Kami tidak sekali-kali akan disentuh oleh api neraka melainkan beberapa hari sahaja yang boleh dihitung.Mereka (sebenarnya) telah diperdayakan dalam ugama mereka Oleh dakwaan- dakwaan dusta yang mereka telah ada-adakan. (Aali 'Imraan: 24).

Bagi mereka dengan hanya menjadi bangsa Yahudi sahaja sudah memadai untuk mereka terlepas daripada seksaan Tuhan. Sebaliknya ajaran Islam yang lebih praktikal tidak pernah mengajar umatnya untuk meninggalkan amalan-amalan ketaaatan terutamanya amalan-amalan yang berkaitan dengan kemaslahatan sesama manusia.

Fahaman golongan Murji'ah yang memandang remeh terhadap penghayatan amalan-amalan ketaatan dan sikap menjauhkan diri daripada amalan kemashiatan ini adalah terpesong jauh daripada ajaran Islam yang suci. Kerana menurut 'ulama' Ahli as-Sunnah Wa al-Jamaah, sesetengah amalan, sebagai contohnya melakonkan watak orang kafir dengan melakukan aksi menyembah berhala, boleh menyebabkan iman seseorang terbatal. Melalui ayat-ayat di atas juga, Imam Bukhari menganggap maksud perkataan Islam, petunjuk, taqwa, kebajikan dan seumpamanya adalah sama pada hakikatnya. Kesemuanya haruslah bertunjangkan iman. Menurut beliau lagi, kesemua perkataan tadi boleh dimaksudkan dengan iman. Jadi maksud ayat, "Kami tambah kepada mereka pertunjuk", adalah sama ma' nanya dengan, "Kami tambah kepada mereka Iman.

⁹³ Pertambahan iman yang dimaksudkan di dalam ayat ini menurut tafsiran Imam Abu Hanifah ialah pertambahan iman para sahabat yang menerima sesuatu hukum atau perintah Allah yang sebelum itu hanya wujud dalam bentuk tulisan dan bacaan ayat-ayat al-Qur'an sahaja, tetapi belum ditetapkan lagi kewajipan pelaksanaannya. Dalam erti kata yang lain, iman mereka tentang sesuatu hukum syarat itu sudah wujud semenjak ianya disebutkan di dalam al-Qur'an, lalu bertambah selepas mereka menunaikannya sebaik sahaja ia difardhukan. Contohnya ayat-ayat tentang pelaksanaan ibadah Haji, kerana kewajipan menunaikannya hanya diwartakan di penghujung hayat Baginda. Pertambahan dan kekurangan yang sama juga berlaku kepada kekufuran orang-orang kafir, kerana kekufuran mereka juga semakin bertambah setelah turunnya surah yang dimaksudkan. Dalam menjelaskannya Allah s.w.t. berfirman di dalam surah yang sama di dalam ayat selepasnya, iaitu;

At-Taubah 9:125
وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَىٰ رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كَٰفِرُونَ
Bermaksud: Adapun orang-orang yang ada penyakit (kufur) di dalam hati mereka, maka surah Al-Qur'an itu menambahkan kekotoran (kufur) kepada kekotoran (kufur) yang telah sedia ada pada mereka; dan mereka mati dalam keadaan kafir. (at-Taubah:125).

Jadi keimanan para sahabat yang belum sempat menunaikan rukun Islam yang ke lima ini kerana telah meninggal dunia lebih awal daripada tempoh pewartaan kefardhuannya, dikira sebagai iman Mujmal iaitu iman secara kasar atau borong. Namun iman secara Mujmal seperti itu hanya berlaku di zaman Nabi s.a.w. sahaja, lantaran pada ketika itu proses penetapan hukum-hukum syariat masih belum selesai.

⁹⁴ Ungkapan ini adalah mafhum daripada sekian banyak hadits-hadits rasulullah s.a.w. Ma' nanya memang benar dan sahih, tetapi kesemuanya bukan dengan lafaz yang dikemukakan oleh Bukhari diatas . Kata Hafiz Ibnu Hajar: Ia  adalah lafaz hadits yang dikemukakan oleh Abu Daud daripada hadits Abi Umaamah dan hadits Abi zarr.

Lafaz hadits Abi zarr ialah أفضل الأعمال الحب في الله والبغض في الله
Bermaksud: "Amalan yang paling baik ialah kasih kerana Allah dan benci kerana Allah". Lafaz hadits Abi Umaamah ialah:
من أحب لله وأبغض لله وأعطى ومنع لله فقد الإيمان
Bermaksud: "Sesiapa kasih kerana Allah, benci kerana Allah, memberi kerana Allah dan tidak memberi (juga) kerana Allah bererti dia telah menyempurnakan imannya".

Tirmizi meriwayatkan hadits Sahal bin Mu'aaz bin Anas yang sama ma'nanya dengan hadits Abi Umaamah (tadi). Di dalam riwayat Ahmad ada tambahan    وأنكح لله Bermaksud: "dan mengahwinkan kerana Allah".

Di dalam riwayatnya yang lain ada tambahan:
ويعمل لسانه في ذكر الله 
Bermaksud: "dan menggunakan Iidahnya dalam mengingati Allah".

Ahmad juga meriwayatkan daripada 'Amar bin al-Jamuh
لا يجد العبد صريح الإيمان حتى يحب لله ويبغض لله
Bermaksud: "Seseorang hamba tidak akan mendapat iman yang terang selagi ia tidak kasih kerana Allah dan benci kerana Allah".

Lafaz hadits al-Bazzaar yang marftü ialah:
أوثق عرا الإيمان الحب في الله والبغض في الله
Bermaksud: "Tali iman yang paling kukuh ialah kasih kerana Allah dan benci kerana Allah."

Ulasan penulis tentang hadits-hadits yang disebutkan oleh Hafiz Ibnu Hajar itu ialah hadits riwayat Abu Daud daripada Abi Zarr tidak sahih, kerana di dalam isnadnya terdapat seorang perawi majhul dan Yazid bin Abi Ziad, seorang perawi dha'if.

Hadits Abu Daud daripada Abi Umaamah juga dipertikaikan kerana di dalam isnadnya ada al-Qasim bin 'Abdir Rahman Abu 'Abdir Rahman asy-Syami. Kata alMunziri: "Bukan seorang tokoh rijal hadits mendhaifkannya." Hadits Tirmizi daripada Mu'aaz bin Anas dha'if. Imam Timizi sendiri mengatakan ia munkar. Selain itu di dalam isnadnya terdapat dua orang perawi yang dikatakan dha'if oleh sekian ramai tokoh rijal. Pertamanya ialah Sahal bin Muaaz. Yahya bin Ma-in mengatakan ia dha'if. Abu Hatim ar-Raazi pula berkata, ia tidak boleh dijadikan hujah. Keduanya ialah Abu Marhum 'Abdur Rahim bin Maimun. Yahya bin Ma' in mengatakan ia juga dhaif. Hadits Ahmad daripada Sahal bin Muaaz bin Anas juga dha'if. Sanadnya lebih kurang sama dengan sanad Tirmizi. Di dalamnya juga ada Abu Marhum 'Abdur Rahim bin Maimun. Di dalam isnad Ahmad yang satu lagi ada Ibnu Lahi'ah dan Zabbaan, kedua-duanya adalah perawi dha'if. Riwayat Ahmad daripada 'Amar bin al-Jamuh juga dha'if kerana di dalam isnadnya terdapat Risydin bin Sasad dan 'Abdullah bin al-Walid. Kedua-duanya adalah perawi dha'if. Hadits al-Bazzaar daripada al-Baraa' bin 'Aazib diriwayatkan juga oleh Ahmad, at-Thabaraani, Baihaqi dan lain-lain. Di dalam isnad semua mereka ada Laits bin Abi Sulaim, seorang perawi dha'if. Terjemahan yang diberikan di atas iaitu 'sebahgian daripada Iman ' adalah mengikut cita rasa dan kefahaman Imam Bukhari. Kerana perkataan (sebahagian daripada) di dalam ungkapan itu dipakai oleh Imam Bukhari sebagai Min Li at-Tab 'iidh atau atTab 'iidhiyyah yang bermaksud sebahagian daripada. la secara tidak langsung memberi erti iman itu adalah suatu Kull yang terbentuk daripada gabungan juzu-juzu  atau komponen-komponen yang berlainan. Antara juzu-juzunya ialah, cinta kerana Allah dan benci kerana Allah. Kull adalah satu istilah ilmu Mantiq (Logik) yang bermaksud suatu keseluruhan yang terdiri daripada gabungan komponen-komponen yang membentuknya.

Sebaliknya jika ungkapan di atas diterjemahkan mengikut fahaman ulama' yang sependapat dengan Imam Abu Hanifah, Min yang akan digunakan bukanlah Min Tabiidhiyyah, tetapi Min al-Ibtida'iyyah atau al-Ittishaliyyah yang memberi erti permulaan atau perhubungan. Maka terjemahannya akan jadi begini: "Cinta kerana Allah dan benci kerana Allah adalah berpunca daripada Iman atau berkait dengan iman". Dalam erti kata yang lain kesemua komponen yang membentuk iman, termasuklah sifat cinta kerana Allah dan benci keranaNya sudah pun sedia wujud di dalam iman seseorang. Hakikat ini dijelaskan lagi oleh kenyataan Nabi s.a.w. di dalam hadits berikut:
مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Bermaksud: "Tidak ada seorang pun hamba (manusia) yang mengucap لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ(Tiada tuhan melainkan Allah), kemudian dia meninggal dunia atas ucapan itu melainkan masuk syurgalah dia." (Bukhari, Muslim).

Justeru di dalam iman itu sendiri sudah terkandung segala tuntutannya. Segala komponen yang membentuk iman Bil Quwwah sudah berada di dalam iman, walaupun Bil Fi 'li si mati belum sempat mengerjakan apa-apa amalan kebajikan. بالقوةdalam istilah ilmu Mantiq bererti bakat, potensi atau kemampuan semulajadi yang sedia ada pada sesuatu atau seseorang yang belum muncul sebelum tiba masanya. Contohnya sebutir biji rambutan Bil Quwwah atau berdasarkan potensi semula jadinya sudahpun mengandungi sepohon rambutan yang sempurna pula dalam istilah ilmu Mantiq bererti bakat, potensi, kemampuan atau tindakan semula jadi yang sedang ada pada sesuatu atau seseorang dalam kenyataan atau pada masa sekarang. Contohnya ialah kemampuan menulis pada seseorang yang memang sedang menulis.

⁹⁵ Daripada petikan atsar di atas, Imam Bukhari hendak membuktikan bahawa perkara-perkara yang disebutkan oleh 'Umar bin Abdul Aziz itu menunjukkan iman mengandungi juzu'-juzu' yang tidak boleh dipisah-pisahkan di antara satu dari yang lain. Tetapi bagi Imam Abu Hanifah perkara-perkara tersebut adalah perkara-perkara yang berkaitan dengan iman, ia bukan sebagai sebahagian daripada juzu' Iman. Perkataan syara'i di sini bererti peraturan-peraturan yang berkait dengan kepercayaan atau 'aqidah. Mungkin juga ia bererti syari'at-syari'at yang zahir secara umum. Perkataan hudud pula ditafsirkan dengan tiga pengertian.
(1) Ketetapan-ketetapan atau batasan-batasan yang ditentukan oleh Allah s.w.t. berupa panduan agamaNya.
(2) Hukum-hukum Allah yang dilarang kita mencerobohinya, seperti di dalam ayat di bawah ini:
Al-Baqarah 2:229
تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَاۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Bermaksud: Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. (al-Baqarah: 229).
(3) Hukum Hudud bagi penjenayah sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Qur'an.

Manakala perkataan Sunan pula bererti:
(1) Tuntutan-tuntutan yang tidak diwajibkan.
(2) Peraturan-peraturan secara umum seperti erti Syara'i'.

Menurut tafsiran yang lain pula Syara'i' bererti
ketentuan yang ditetapkan oleh Allah s.w.t. di dalam al-Qur'an. Sementara Sunan ialah ketentuan yang ditetapkan oleh Nabi s.a.w di dalam hadits-hadits.

⁹⁶Dari satu sudut, kenyataan 'Umar bin 'Abdil 'Aziz ini kelihatan lebih memihak kepada pegangan Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahawa perkara-perkara tersebut hanyalah berperanan sebagai penyempurna kepada iman sahaja, bukannya sebagai sebahagian daripada iman. Namun dari sudut yang lain pula ia juga tidak bercanggah dengan pendapat Imam Bukhari yang mengatakan amalan-amalan tersebut meninggalkan kesan dan berperanan dalam pertumbuhan dan pertambahan iman. Kenyataan beliau itu  juga boleh difahami bermaksud amalan-amalan tersebut adalah tuntutan iman, bukan iman itu sendiri yang hanya bererti membenarkan dengan hati semata-mata.

⁹⁷  Kenyataan beliau ini menunjukkan kecintaannya kepada kehidupan di dunia yang fana ini bersama-sama keluarga, saudara mara dan sahabat handai tidak dapat mengatasi kerinduannya kepada kehidupan di akhirat. Sesetengah ulama' mentafsirkan kenyataan beliau ini sebagai isyarat yang membayangkan kepada orang-orang yang berada disekelilingya bahawa tempoh hayat yang akan dilaluinya sudah tidak berada jauh lagi daripada penghujungnya.

⁹⁸  Kata-kata Nabi Ibrahim di atas adalah sebagai menjawab pertanyaan daripada Allah s.w.t. أولم  تؤمن
Bermaksud; "Adakah engkau tidak percaya (beriman)?” yang diajukan kepada Baginda a.s. setelah Baginda meminta agar Allah menunjukkan sendiri proses penghidupan semula orang-orang yang telah mati. Dalam erti kata yang lain Nabi Ibrahim ingin meningkatkan imannya peringkat Ilmu yakin (kepercayaan yang didapati seseorang daripada penyaksian dengan mata kepalanya sendiri). Bagi golongan yang sependapat dengan Imam Bukhari, permintaan Nabi Ibrahim as. menunjukkan iman seseorang boleh bertambah dan berkembang. Sementara golongan yang sependapat dengan Imam Abu Hanifah pula mendakwa permintaan Baginda itu hanyalah sebagai menyempurnakan iman yang sudah sedia ada.  Kerana dengan mengatakan penyaksian proses penghidupan semula sebagai juzu' atau komponen yang membentuk iman, akan mengakibatkan Iman Nabi Ibrahim as. sebelum itu  dipercayai masih belum ada atau belum lengkap komponennya. Kisah Nabi Ibrahim as. ini juga menunjukkan bahawa kita digalakkan terus mencari bahan sesuatu dalil dan bukti yang boleh menjadi penyebab kepada pertambahan iman. Dan bahan sumber yang terbaik untuk proses peningkatan iman adalah ilmu yang hanya mampu diperoıehi melaıui pembelajaran. Salah satu cara pembelajaran yang paling mudah, efektif dan praktikal adalah dengan membaca. Kerana melalui pembacaan, keimanan boleh meningkat daripada peringkat 'ilmi Yaqin, kepada 'Anul Yaqin dan seterusnya kepada Haqqul Yaqin (Kepercayaan yang didapati seseorang hasil pengalamannya sendiri).

⁹⁹ Atsar Musaaz ini sahih. la diwashalkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan Abu Ubaid alQaasim bin Sallaam di dalam Kitabul Imannya. Maksud kata-kata Muaaz "untuk kita beriman" ialah untuk kita menyegarkan iman atau meningkatkannya dengan berzikir dan membincangkan sesuatu yang ada kaitannya dengan iman. la dengan jelas menolak pegangan golongan Murjiah tentang tidak berkesannya apa-apa amalan kebajikan kepada perkembangan iman.

¹⁰⁰ Atsar Ibnu Masud ini diwashalkan oleh at-Thabaraani di dalam al-Musjam al-Kabirnya. al-Baihaqi di dalam Syuabul Imannya dan Abu Nuaim di dalam Hilyahnya. Atsar Ibnu Massud ini selengkapnya adalah seperti berikut:
الصبرُ نصفُ الإيمانِ واليقينُ الإيمانُ كلُّه.
Bermaksud: "Sabar adalah separuh iman dan yakin (pula) adalah iman semua sekali." la diriwayatkan secara marfuk dan mauquf. Tetapi yang mahfuz dan yang sahihnya ialah yang mauquf. Ibnu Masud mentaukidkan perkataan iman dengan katanya: "kesemuanya atau semua sekali". Imam Bukhari berdalil dengan kata-kata Ibnu Mas'ud ini untuk menguatkan lagi dakwaan beliau iman itu merupakan satu Kull yang tentu sekali mengandungi beberapa komponen. la juga turut menggambarkan bahawa tahap dan kesan daripada keyakinan setiap orang yang beriman itu berbeza-beza. Boleh juga dikatakan Imam Bukhari berdalil dengan bahagian pertama atsar ini iaitu الصبرُ نصفُ الإيمانِ. Kalau iman itu ada separuhnya, tentulah ada juga keseluruhannya. Dengan itu terbuktilah iman itu ada komponen yang membentuk keseluruhannya.

 ¹⁰¹  Mafhum atsar Ibnu 'Umar ini terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim daripada an-Nawwaas secara marfu' dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Haakim daripada 'Athiyyah as-Sa'di juga secara marfu'. Lafaznya ialah:
لا يبلغُ العبدُ أن يكون من المتَّقينَ ، حتى يدعَ ما لا بأسَ به ، حذرًا لما به بأسٌ

Bermaksud: "Seseorang hamba itu tidak akan menjadi orang yang (benar-benar) bertaqwa selagi ia tidak meninggalkan sesuatu yang harus kerana takut akan terjerumus dalam perkara yang terlarang."

Atsar ini dengan lafaz yang dikemukakan oleh Bukhari di atas tidak diketahui siapakah yang meriwayatkannya.

Taqwa ada banyak peringkat dan pengertiannya. Antara pengertian taqwa yang telah diberikan oleh para ulama' ialah:
(1) Mengelak diri daripada melakukan perkara-perkara yang tidak baik kepada diri sendiri sama ada untuk kehidupan di dunia mahupun di akhirat.
(2) Mengelak diri daripada melakukan dosa-dosa besar.
(3) Mengelak diri daripada melakukan perkara-perkara bid'ah.
(4) Mengelak diri daripada melakukan segala dosa termasuk dosa-dosa kecil.
(5) Mengelak diri daripada melakukan perkara syubahat atau perkara-perkara yang diragui oleh hati kecil dan hati nurani sendiri.
(6) Mengelak diri daripada melakukan perkara-perkara yang tidak diragui tentang keharusan melakukannya, tetapi dibimbangi ia akan melekakan kita daripada melaksanakan tanggungjawab yang sebenarnya, sekiranya ia dilakukan secara berterusan.
Secara umumnya kesemua maksud taqwa yang diberikan di atas boleh dikaitkan dengan Iman. Malah tujuan Imam Bukhari memetik kata-kata Ibnu Umar diatas adalah untuk menjelaskan bahawa makna iman merangkumi kesemua  maksud taqwa tersebut. Walau bagaimanapun maksud taqwa yang ingin dijelaskan oleh lbnu Umar di sini ialah mengelak diri daripada melakukan perkara-perkara syubahat.

Ini difahami melalui kata-katanya "apa-apa yang diragui di dalam hati sanubarinya. Antara faktor menyebabkan seseorang itu gagal mencapai tahap ketaqwaan sebenar ialah kerana ia melakukan perkara syubhat.

Iman di dalam jiwanya pula akan mengesan dan menolak segala perbuatan yang dirasai bercanggah dengan tuntutan Tuhan, apalagi perbuatan-perbuatan yang diyakini memang bercanggah dengan peraturan agama.

¹⁰² Tujuan Imam Bukhari memetik tafsiran Mujahid, seorang ahli tafsir yang terkenal di kalangan Tabi in itu ialah untuk membidas fahaman golongan Murji'ah yang hanya berpada dengan iman sahaja tanpa menyertakannya dengan amalan. Kerana menurut Mujahid, agama yang diamanahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. adalah sama dengan agama yang telah diamanahkan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Nuh a.s. Jika Nabi Nuh telah berhempas pulas selama hampir seribu tahun menghadapi segala rintangan dan cubaan dalam usaha dakwah kepada kaumnya, situasi yang sama juga telah dialami Nabi Muhammad s.a.w apabila selama hayat dikandung badan, Baginda telah bertungkus lumus berusaha untuk merealisasikan Islam dalam bentuk pengamalan, bukan setakat memendamnya di dalam hati sahaja.

¹⁰³  Kalimah Syir'atan ditafsirkan oleh sebahagian ulama' dengan syariat Islam secara umum, manakala perkataan Minhaj pula ditafsirkan sebagai jalan-jalan yang pelbagai dalam pelaksanaan syariat tersebut yang bersesuaian dengan tuntutan semasa. Contohnya. syariat di zaman Nabi Muhammad s.a.w. adalah berbeza daripada syariat di zaman Nabi Adam a.s. yang  membenarkan perkahwinan sesama adik beradik. Walau bagaimanapun kesemua jalan-jalan syariat tersebut masih terikat dengan tuntutan iman. Apa yang hendak diketengahkan oleh Imam Bukhari menerusi pendahuluan bab ini ialah agama ini di sepanjang zaman tetap berdiri di atas dua asas yang sama pentingnya iaitu 'aqidah dan syariat yang mewakili iman dan amal. Keduanya bagaikan aur dengan tebing saling bertautan. Tanpa ada salah satu daripadanya sudah pasti ia akan pincang

¹⁰⁴  Dalil-dalil berupa ayat-ayat al-Quran, hadits-hadits, atsar-atsar para Sahabat dan Tabi'in yang menunjukkan iman boleh bertambah dan berkurang seperti yang dikemukakan oleh Imam al-Bukhari di permulaan Bab Imannya ini mempunyai tujuan, maksud dan latar belakangnya tersendiri. Apabila sejarah penulisan kitab ini diselidiki, anda akan dapati ketika ia ditulis, dunia Islam sedang berhadapan dengan perkembangan aliran-aliran serpihan di dalam agama Islam yang terbabas daripada landasan keluarga Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah, terutamanya tentang pegangan yang berkaitan dengan aqidah. Golongan-golongan atau firqah-firqah seperti Muktazilah, Jahmiyyah, Karramiyyah, Murji 'ah, Syi'ah dan banyak lagi golongan serpihan yang lain di dalam Islam dipanggil Firqah atau Firaq.  Manakala kumpulan agama-agama lain dipanggil Din atau Adyaan.

Ia bersesuaian  dengan sabda   baginda saw :
وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
Bermaksud: Sesungguhnya Baginda s.a.w.: umatku nanti akan berpecah kepada tujuh puluh dua golongan (firqah). Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu. Yang satu itu ialah golongan Jama'ah. (Hadits riwayat Ibnu Majah dan Abu Ya'la).

Setiap satu daripadanya mempunyai pandangan dan pegangan tersendiri dalam 'aqidah. Ia berbeza di antara satu dengan lain. Setiap firqah tersebut terpecah pula kepada serpihan-serpihan kecil yang lain. Sebagai contohnya golongan Syi'ah. Mereka terpecah kepada lebih daripada tiga ratus pecahan. Setiap pecahan begitu berbeza dari yang lain sehingga mereka saling mengkafirkan satu sama lain dan masing-masing mendakwa bahawa merekalah satu-satunya golongan yang berpegang dengan agama Islam sejati. Itulah realiti yang dihadapi Imam Bukhari di zamannya. Dalam usaha menjelas dan memurnikan aqidah-aqidah yang menyimpang agar kembali kepada 'aqidah yang sebenar menurut Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah, beliau telah mengemukakan dalil-dalil yang membuktikan adanya pasang surut iman seseorang manusia sebagai hujah yang menolak da' waan golongan-golongan sesat, terutamanya golongan Murji'ah, Karraamiyyah dan Jahmiyyah yang dihadapinya pada ketika itu. Lantaran golongan ini menda'wa bahawa kondisi iman seseorang tidak terjejas dengan amalan jahat atau buruk yang dilakukannya. Kuantiti iman tidak bertambah atau berkurang oleh sesuatu amalan. Iman pada pandangan mereka betul-betul tepu. Menurut kepercayaan mereka seseorang yang beriman tetap mendapat keredhaan Allah dan akan memasuki syurga walaupun dia melakukan segala macam ma'shiat di sepanjang hayatnya. Menurut mereka lagi, situasi yang sama juga akan dialami oleh orang yang tidak beriman. Mereka tetap akan menghuni neraka, walaupun kehidupan mereka dipenuhi dengan segala macam amalan keta'atan. Sebaliknya golongan Khawarij dan Mu'tazilah pula mempunyai pandangan yang amat bertentangan dengan golongan Murji'ah tadi. Menurut kepercayaan mereka, iman seseorang mu'min yang melakukan sesuatu dosa besar dengan serta-merta tercabut dari dadanya dan dia akan kekal sebagai penghuni neraka buat selama-lamanya. Walaupun golongan Khawarij berbeza daripada golongan Mutazilah daripada segi Khawarij menghukum pelaku dosa besar sabagai Kafîr, sementara golongan Mu'tazilah pula hanya mengangap mereka sebagai Fasiq. Namun definisi Fasiq di sisi Mu'tazilah tidaklah sama dengan fasiq menurut fahaman Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah, kerana Mu'tazilah tetap sependapat dengan golongan Khawarij tentang kekalnya pelaku dosa besar tersebut di dalam neraka. Sekali imbas pendapat seperti golongan Murji'ah itu terdapat juga di kalangan sebahagian golongan Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah. Kelibatnya dapat dilihat pada pendapat yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah dan sebahagian 'ulama' Mutakallimin, Akibatnya mereka digelari sebagai Murji'ah Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah. Bagaimanapun pendapat mereka tidaklah seratus peratus sama dengan pendapat golongan Murji'ah sebenar. Kerana jika disusuri, ternyata pendapat mereka tidaklah jauh bezanya daripada pendapat jumhur Ahli as-Sunnah yang lain. Justeru jumhur 'ulama' menegaskan iman mempunyai tiga komponen berikut, iaitu membenarkan dengan hati (تصديق بالقلب), mengaku dengan lidah( إقرار باللسان) dan melaksanakan dengan anggota (عمل بالجوارح) Imam Abu Hanifah juga sebenar nya menerima tiga komponen iman tersebut, cuma pada pendapat beliau hakikat  sebenar iman hanyalah berada pada juzu yang pertama  sahaja, iaitu membenarkan. Itulah sahaja sudut persamaan di antara pendapat beliau dengan pendapat golongan Murjiah.
Namun tidak pernah diketahui beliau menda'wa bahawa apa jua amalan buruk tidak menjejaskan iman pelakunya.

Beliau hanya mengatakan bahawa seseorang itu sudah dikira beriman sebaik sahaja ia membenarkan dengan hati. Meskipun iman itu belum lagi sempurna tanpa adanya pengakuan dengan lidah dan perlaksanaan dengan anggota badan.

Berbeza dengan golongan Murji'ah yang berpendapat bahawa iman bersifat Basil (tunggal tanpa komponen).

💦🗯💦
Jumhur 'ulama' Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah menganggap Iman itu bersifat Murakkab (terbentuk  daripada tiga komponen.
(1) Membenarkan dengan hati
(2) Mengaku dengan lidah dan إقرار بالسان
(3) Melaksanakan (apa yang dibenarkan dengan hati dan diakui oleh lidah itu) dengan anggota badan( عمل بالجوارح).

Ketiga-tiga juzuk atau komponen tersebut dianggap sebagai juzuk-juzuk Mukawwin atau Muqawwim yang bermaksud 'yang menjadikan' atau 'yang membentuk' dimensi iman. Sementara Imam Abu Hanifah dan sebahagian 'ulama' Mutakallimin pula menganggap juzu' Mukawwin atau Muqawwim bagi iman hanyalah membenarkan dengan hati atau تصديق بالقلب .

Juzu' kedua dan ketiga pula hanya merupakan komponen Mutammim atau Mukammil yang bermaksud 'penyempurna' atau 'pelengkap'. Pada hakikatnya kedua-dua golongan Ahli asSunnah wa al-Jamaah di atas berbeza hanya dalam pendekatan dan pada lafaz sahaja. Sebabnya ialah kalau golongan pertama ditanya, bukankah semua juzu' (mukawwin) bagi hakikat sesuatu itu sama kedudukannya? Kalau sama, kenapa kamu mengatakan jika tashdiq (membenarkan di dalam hati) tiada, tiadalah iman.

Seseorang yang tidak bertashdiq kafir. Sepatutnya kamu juga mengatakan orang yang tidak beramal kafir seperti orang yang tidak bertashdiq. Kenapa kamu hanya mengatakan fasiq kepada orang yang tidak beramal?? Jawab mereka, amal sebenarnya bukan juzu' asasi dan hakiki iman, sehingga boleh dikatakan iman yang murakkab dan merupakan kull itu akan terus lenyap apabila tidak ada amal.

Amal hanya juzu' 'urfi (menurut istilah golongan tertentu sahaja) dan juzu' mukammil (penyempurna) bagi iman. Apabila ia ada, iman akan bertambah sempurna. Apabila ia tiada pula, akan berkuranglah kesempurnaan iman.

Golongan kedua walaupun tidak menganggap amal juzu' hakiki iman, mereka tidaklah seperti golongan Murji'ah yang langsung tidak mementingkan amal dalam kehidupan berugama. Mereka bahkan sangat mengambil berat tentang amalan dan mengangapnya sebagai sebab yang menyempurnakan iman juga. Dengan itu jelaslah bahawa golongan kedua tidak menolak amal sebagai juzu' penyempurna (mukammil) yang diterima oleh golongan pertama. Sikap golongan kedua yang tidak menerima amal sebagai juzu' hakiki atau juzu' mukawwin (komponen yang membentuk hakikat) iman juga sebenarnya tidak bercanggah dengan pegangan golongan pertama. Dengan itu juga perbezaan pendapat tentang amal sebagai juzu' iman atau tidak pada hakikatnya tidak lebih daripada perbezaan lafzi jua. Maka perbezaan kedua golongan di atas tentang iman itu bertambah dan berkurang atau tidak juga sebetulnya termasuk dalam perbezaan lafzi jua, tidak lebih dari itu. Selain dalil berupa ayat-ayat al-Qur'an, hadits dan atsar yang dikemukakan oleh Bukhari di dalam tajuk bab di atas untuk menunjukkan iman itu bertambah dan berkurang, ada pasang surutnya dan ia mempunyai tiga komponen utama, ayat-ayat alquran, hadits-hadits dan atsar-atsar yang akan dikemukakan di bawah nanti juga menunjukkan perkara yang sama. Perhatikan terutamanya di bahagian perkataan-perkataan Yang bergaris di bawahnya:

Al-Anfal 8:2
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Bermaksud: Sesungguhnya orang-orang yang beriman (Yang sempurna imannya) ialah mereka Yang bila disebut nama Allah (dan sifat-sifatNya) gemetarlah hati mereka; dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (kerananya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (al-Anfaal:2).

Aal-e-Imran 3:173
ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدْ جَمَعُوا۟ لَكُمْ فَٱخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَٰنًا وَقَالُوا۟ حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ
Bermaksud: mereka ialah yang diberitahu oleh orang-orang (pembawa berita): "Bahawa kaum (kafir musyrik) telah mengumpulkan pasukan untuk memerangi kamu, oleh itu hendaklah kamu gerun kepadanya." Maka berita itu makin menambahkan iman mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung." (Aali'Imraan173)        

 At-Taubah 9:124
وَإِذَا مَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنًاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَزَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ                                                                 
Bermaksud: dan apabila diturunkan sesuatu surah (dari al-Qur'an), maka di antara mereka (yang munafik) ada yang bertanya (secara mengejek): "Siapakah di antara kamu yang imannya bertambah disebabkan Oleh surah ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surah itu menambahkan iman mereka, dan mereka berasa gembira (dengan turunnya). (at-Taubah:124).

Al-Muddaththir 74:31
وَمَا جَعَلْنَآ أَصْحَٰبَ ٱلنَّارِ إِلَّا مَلَٰٓئِكَةًۙ وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لِيَسْتَيْقِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ وَيَزْدَادَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِيمَٰنًاۙ وَلَا يَرْتَابَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْمُؤْمِنُونَۙ وَلِيَقُولَ ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَٱلْكَٰفِرُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلًاۚ كَذَٰلِكَ يُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُۚ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَۚ وَمَا هِىَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْبَشَرِ
Bermaksud: dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi al-Kitab dan orang-orang mu'min itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya) dan memberi petunjuk kepada sesiapa yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya). Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada Iain hanyalah peringatan bagi manusia. (alMuddatstsir:31).

Al-Fath 48:4
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِى قُلُوبِ ٱلْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوٓا۟ إِيمَٰنًا مَّعَ إِيمَٰنِهِمْۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Bermaksud: Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya iman mereka bertambah di samping iman mereka (yang sedia ada). Kepunyaan Allah jua tentara langit dan bumi; dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha i Bijaksana. (al-Fath:4)

Al-Ahzab 33:22
وَلَمَّا رَءَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلْأَحْزَابَ قَالُوا۟ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّآ إِيمَٰنًا وَتَسْلِيمًا
Bermaksud: dan tatkala orang-orang mu'min mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rsul-Nya kepada kita dan benarlah Allah dan RasuINya. dan (angkatan tentera musuh yang mereka lihat) itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan (penyerahan diri mereka bulat-bulat kepada Allah). (al-Ahzaab:22).

Perhatikan pula hadits-hadits di bawah ini, betapa ia menyatakan dengan terang tentang iman itu adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang:
أكمل الناس إيمانأ أحسنهم خلقًا.
Bermaksud :Orang yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaqnya. (Abu Ya'la, al-Bazznar dan Ishaq bin Rahawaih didalam musnad masing-masing , Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain).
يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ
Bermaksud akan dikeluarkan dari neraka orang yang ada di dalam hatinya seberat zarrah iman. (Tirmizi, Nasaa'i, Ahmad dan lain-lain).

يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَخْرِجُوا مِنْ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَيُخْرَجُونَ مِنْهَا قَدْ اسْوَدُّوا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرِ الْحَيَا أَوْ الْحَيَاةِ شَكَّ مَالِكٌ فَيَنْبُتُونَ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِي جَانِبِ السَّيْلِ أَلَمْ تَرَ أَنَّهَا تَخْرُجُ صَفْرَاءَ  مُلْتَوِيَةً                                                                                         
Bermaksud: Ahli syurga akan masuk ke dalam syurga dan ahli neraka akan masuk ke dalam neraka. Kemudian Allah berkata: daripada neraka sesiapa yang ada di dalam hatinya
(walaupun hanya) seberat biii sawi iman. Maka mereka dikeluarkan dalam keadaan telah menjadi hitam legam lalu dicampakkan ke dalam sungai malu atau sungai kehidupan - Malik syak (tidak pasti yang mana satu daripada dua perkataan tadi telah disebutkan oleh 'Amar) - Teruslah mereka tumbuh seperti tumbuhnya biji benih selepas banjir. Tidakkah engkau lihat (bagaimana) biji-biji benih itu keluar dalam keadaan kuning dan berolak naik. (Bukhari, Ahmad, Abu 'Awaanah, Abu Ya' la dan Baihaqi )

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Bermaksud: Sesiapa di antara kamu melihat sesuatu kemungkaran, dia hendaklah mengubahnya dengan tangannya. Kalau tidak mampu dengan tangan, hendaklah dengan Iidahnya. Kalau dengan Iidah pun tidak mampu, maka hendaklah dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah iman. (Muslim, Ahmad, Abu Daud, Tirmizi, Nasaa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibbaan, 'Abd bin Humaid dan Abu Daud at-Thayaalisi).

(مَنْ أَحَبَّ لِله وَأَبْغَضَ لِله وَأَعْطَى للِه وَمَنَعَ للهِ فَقَدٌ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ)
Bermaksud: Sesiapa yang kasih kerana Allah, benci kerana Allah, memberi kerana Allah dan tidak memberi (juga) kerana Allah, sesungguhnya dia telah menyempurnakan imannya. (Ahmad, Abu Daud, at-Thabaraani, adh-Dhiaa' al-Maqdisi, al-Baihaqi dan al-Baghawi).

الإِيمانُ بِضعٌ وسَبعونَ شُعبةً ، فأَفْضَلُها قَولُ : لا إِلهَ إلا اللهُ ، وأدْناها إِماطَةُ الأَذَى عنِ الطَّرِيقِ ، والحياءُ شُعبةٌ من الإِيمانِ
Bermaksud: Iman ada lebih tujuh puluh bahagian. Yang paling istimewa daripadanya ialah ucapan
(kesaksian)  لا أله إلأ الله dan yang paling kurang daripadanya ialah membersihkan jalan dari segala gangguan. Sifat malu adalah sebahagian daripada iman.
(Ahmad, Muslim, Abu Daud, Nasaa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibbaan dan at-Thabaraani di dalam Mu'jam al-Ausathnya).

يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَخْرِجُوا مِنْ النَّارِ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ فَيُخْرَجُونَ مِنْهَا قَدْ اسْوَدُّوا فَيُلْقَوْنَ فِي نَهَرِ الْحَيَا أَوْ الْحَيَاةِ شَكَّ مَالِكٌ فَيَنْبُتُونَ كَمَا تَنْبُتُ الْحِبَّةُ فِي جَانِبِ السَّيْلِ أَلَمْ تَرَ أَنَّهَا تَخْرُجُ صَفْرَاءَ مُلْتَوِيَةً
Akhir sekali lihatlah pula atsar-atsar sahabat. Ini adalah sebahagian daripadanya: Saiyyidina 'Umar pernah berkata kepada para sahabatnya:
هَلُمُّوا نَزْدَدْ إِيمِاناً فَيَذْكُرُونَ الله تَعَالَى

Bermaksud: "Ayuh, biar bertambah iman kita! Lalu mereka berzikir." (al-Khallaal di dalam as-Sunnah, al-Laalkaai di dalam Syarah Ushul i'tiqaad Ahli as-Sunnah, Ibnu Baththah di dalam al-Ibaanah).

Ibnu Massud selalu berdoa begini:اللهُمِّ زِدْنِا إِيمَاناً وِيِقِيناً وَفِقْهاً"
Bermaksud: "Ya Allah! Tambahlah kepada kami iman, yakin dan kefahaman yang mendalam."
(al-Laalkaai di dalam Syarah Ushul i'tiqaad Ahli as-Sunnah). Jundab bin 'Abdillah al-Bajali menceritakan, kata beliau:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فَتَعَلَّمْنَا الْإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا
Bermaksud: "Ketika muda belia kami bersama Nabi s.a.w. Kami pelajari iman sebelum mempelajari al-Qur'an. Kemudian kami pelajari al-Qur'an. Dengan itu bertambahlah iman kami.” (Ibnu Majah dan Baihaqi).

Abu Hurairah, ibnu Abbas dan Abu ad-Dardaa' selalu berkata  الإيمان يزيد ةينقص
Bermaksud: Iman itu bertambah dan berkurang.(al Laalkaai di dalam Syarah Ushul i'tiqaad Ahli as-Sunnah).
Umair bin Habib al-Khathmi r.a. berkata

الإيمانُ يزيدُ وينقصُ ، قيل : وما زيادتُه ونقصانُه ؟ قال : إذا ذكرنا اللهَ تعالى ووحَّدناهُ وسبَّحناهُ فتلك زيادتُه وإذا غفِلنا ونسينا فذاك نُقصانُه
Bermaksud: Iman itu bertambah dan berkurąng. Beliau ditanya orang: "Bagaimana bertambah dan berkurangnya iłu?" Beliau menerangkan: "Apabila kita ingat kepada Allah lalu kita bertahmid dan bertasbih, begitulah ia bertambah. la berkurang apabila kita Ieka.”
(Baihaqi di dałam Syuab al-lman, Ibnu Abi Syaibah di dalam al-lman, Ibnu Baththah di dalam al-lbaanah).

Demikianlah kami paparkan sebahagian daripada dalil-dalil daripada al-Quran dan as-Sunnah yang menunjukkan iman iłu bertambah dan berkurang. Selain dalil-dalil daripada al-Quran dan as-Sunnah iłu Jumhur Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah juga berpegang dengan dalil 'aqal. Kata mereka, kalau hakikat iman tidak berlebih kurang, tentulah setiap orang yang beriman iłu sama tarafnya, termasuk iman orang-orang yang melakukan ma'shiat dan bermacam-macam bentuk kejahatan yang lain. Tentulah iman semua orang sama saja dengan iman para nabi dan malaikat. Ini adalah suatu yang sama sekali tidak masuk 'aqal.
Antara dalil yang dikemukakan oleh al-Aini bagi pihak imam Abu Hanifah dan orang-orang yang sependapat dengannya pula ialah:
(1) Allah s.w.t. menujukan firmanNya kepada sekalian manusia menggunakan bahasa 'Arab yang terang, bahawa; (berimanlah / percayalah kamu kepada Allah). Perkataan iman atau percaya dałam bahasa 'Arab bererti membenarkan dengan hati semata-mata. Kerana iłu perintah ini tidak merangkumi amalan sebagai juzu' (sebahagian daripada) iman. Kalau perkataan iman juga mengandungi ma'na-maa'na lain selain percaya dan membenarkan dengan hati semata-mata, tentulah ia diketahui orang-orang 'Arab.
(2) Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyatakan tempat iman adalah di hati, jelas membuktikan bahawa ma'na sebenar iman ialah percaya dan membenarkan dengan hati semata-mata. Iman dengan iłu merupakan salah satu perbuatan dan kerja hati. Lihatlah dua firman Allah berikut sebagai buktinya:
أُو۟لَٰٓئِكَ كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ ٱلْإِيمَٰنَ
Bermaksud:mereka (yang setia) itu, Allah telah menetapkan iman di dalam hati mereka (al-Mujaadilah:22).

وَلَمْ تُؤْمِن قُلُوبُهُمْۛ
Bermaksud: padahal hatinya tidak beriman.
(al-Maa'idah:41).

Lihat juga apa kata Rasulullah s.a.w. kepada Usaamah apabila Usaamah tetap membunuh seorang kafir yang telah mengucap لا إله إلا الله di hadapannya:
أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا
Bermaksud: Kenapa tidak engkau belah hatinya untuk mengetahui adakah hatinya benar-benar ikhlas atau tidak?
(Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, Nasaa'i, Ibnu Hibbaan dan lain-lain).

Anas bin Malik r.a. meriwayatkan, katanya:
كَانَ النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ اللهم يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
Bermaksud: Nabi s.a.w. selalu berdoa (begini): Ya Allah! Wahai Tuhan yang mengubah hati-hati manusia, tetapkanlah hatiku atas agamaMu.
(Bukhari di dalam al-Adabu al-Mufrad, Tirmizi, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Majah, al-Baghawi di dałam Syarah as-Sunnah, Ahmad, Abu Yaîla dan lain-lain).

(3) Kufur lawannya iman. Kerana itu Allah berfirman:

فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ
Bermaksud: oleh itu, sesiapa yang tidak percayakan Taghut, dan ia beriman (percaya) kepada Allah, (al-Baqarah:256).

Kufur bererti tidak percaya dan iman pula bererti percaya. Kedua-duanya berkait dengan hati dan saling berlawanan. Apabila ada iman, tiadalah kufur dan apabila ada kufur, tiadalah pula iman. Setelah jelas tempat kufur iłu sebenarnya di hati, iman yang merupakan lawannya juga tentulah letaknya di hati, bukan pada amalan atau perbuatan anggota lahir badan. Logiknya ialah tidak akan berlaku pertentangan dan perlawanan jika tempat berlainan (لَا تَضَادَّ عِنْدَ تَغَايُرِ المَحَلَيْنِ).

(4) Di dalam al-Qur'an seringkali amal di'athafkan kepada
iman. Sebagai contohnya lihatlah firman Allah ini
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
Bermaksud: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh .
Ini menunjukan kelainan hakikat iman dan amal saleh itu.
Kalau tidak , akan berlakulah pengulangan ma'thuf  yang sia-sia.
Padahal qaedah nahu menyebut  العطف يقتضي المغايرة (athaf memberi erti  hakikat ma'thuf dan ma'thuf'alaih adalah berbeza dan berlainan) .

(5) Firman  Allah di dalam al-Quran  menegaskan iman boleh berada bersama perbuatan  yang bukan merupakan amal saleh  atau lawan amal saleh. Lihat firman ini
وَإِن طَآئِفَتَانِ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱقْتَتَلُوا۟
Bermaksud: dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang, (al-Hujuraat:9).

Sedangkan logik menghukum bahawa sesuatu tidak boleh berada bersama lawan juzu'nya. Tetapi jelas tersebut di dalam ayat di atas bahawa iman boleh berada bersama lawan amal saleh iaitu berperang. Maka dengan sendirinya ia menunjukkan amal bukan juzu' (sebahagian daripada) imam

(6) Iman merupakan syarat untuk sahnya sesuatu amal saleh. Hakikat ini dapat dilihat di dalam dua firman Allah berikut ini sebagai contohnya:

Al-Anbiya 21:94
فَمَن يَعْمَلْ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِۦ وَإِنَّا لَهُۥ كَٰتِبُونَ
Bermaksud: Sesiapa yang mengerjakan sesuatu amal kebaikan, sedang ia beriman, tidaklah disia-siakan (amal) usahanya itu; dan sesungguhnya Kami tetap menulisnya. (al-Ambiyaa':94).

Al-Anfal 8:1
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَنفَالِۖ قُلِ ٱلْأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْۖ وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Bermaksud: bertaqwalah kamu kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan RasulNya, jika benar kamu orang-orang yang beriman. (alAnfaal:1).

Sedia dimaklumi bahawa syarat sesuatu bukan sebahagian daripada hakikatnya شرط الشيء يكون خارجا عن ماهيته

(7) Setiap kali hendak menyuruh hamba-hambaNya mengerjakan sesuatu amal ketaatan, Allah akan menyeru mereka dengan sifat iman. Lihatlah misalnya Allah berfirman: يأيها الذين آممنوا(wahai orang-orang yang beriman) di permulaan ayat-ayat yang memerintahkan hamba- hambaNya bersembahyang, berpuasa, berwudhu' dan sebagainya. Ini jelas menunjukkan amalan itu sendiri tidak termasuk dalam mafhum iman. Kalau tidak, apakah ertinya memerintah atau menyuruh supaya beramal secara berasingan setelah mereka disifatkan dengan beriman?!

(8) Di dalam hadits Jibril tersebut pertanyaannya ما الإيمان. Apa itu iman?
Bukankah jawapan Rasulullah s.a.w. kepadanya ialah:
أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الأخروتؤمن بالقدره وشره
(Engkau percaya kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya dan hari kemudian, di samping engkau percaya juga kepada taqdir (ketentuan Allah), baik dan buruknya)."

Apa yang terkandung di dalam jawapan ini semuanya berkaitan dengan kepercayaan yang merupakan perbuatan hati semata-mata. Tidak ada satu pun daripadanya yang berkait dengan amal atau perbuatan anggota badan.

(9) Menerusi ayat berikut Allah memerintahkan orang-orang mu'min supaya bertaubat:

At-Tahrim 66:8
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا
Bermaksud: Wahai orang-orang yang beriman! bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya. (at-Tahrim:8).

Ia secara tidak langsung menunjukkan iman dan masshiat dapat berkumpul bersama. Kerana tidak ada ertinya perintah bertaubat, sekiranya orang-orang musmin itu tidak ada langsung melakukan ma'shiat. Hakikat ma'shiat ialah melakukan sesuatu perkara bercanggah dengan ketentuan agama. Dengan itu iman boleh ada, walaupun tidak ada amal yang baik bersamanya. Secara tidak langsung ia membuktikan amal bukan juzu' (bahagian yang tidak dapat dipisahkan daripada) iman.

(10) Rasulullah s.a.w. pernah mengesahkan iman seorang hamba wanita dengan adanya tashdiq (dengan hati sebagai komponen utama iman) dan iqrar (mengaku dengan lidah sebagai komponen keduanya) sahaja tanpa ada juzu' (komponen) ketiganya iaitu amal dengan anggota Jil badan. Lihat haditsnya:
أنَّ رجلًا من الأنصارِ جاء إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بجاريةٍ له سوداءَ فقال : يا رسولَ اللهِ إنَّ عليَّ رقبةً مؤمنةً أفأعتق  هذه  فقال لها رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : أتشهدين أن لا إلهَ إلَّا اللهُ ؟ قالت : نعم ، قال : أتشهدين أنَّ محمَّدًا رسولُ اللهِ ؟ قالت : نعم ، قال أتؤمنين بالبعثِ ؟ قالت : نعم ، قال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم  أعتِقْها
Bermaksud: Sesungguhnya ada seorang lelaki Anshaar datang menemui Rasulullah s.a.w. sambil membawa bersamanya seorang hamba perempuan yang hitam (warna kulitnya). Lelaki itu bertanya: "Wahai Rasulallah! Saya kena merdekakan seorang hamba yang beriman. Bolehkah saya memerdekakan dia ini?" Rasulullah s.a.w. lantas bertanya: "Adakah engkau bersaksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah?" Jawab hamba perempuan itu," Ya." Rasulullah s.a.w. terus bertanya. "Adakah engkau bersaksi bahawa Muhammad adalah pesuruh Allah?" Jawab perempuan itu, "Ya." Rasulullah s.a.w. seterusnya bertanya: "Adakah engkau percaya kepada kebangkitan sesudah mati?" Jawab perempuan itu, "Ya." Maka Baginda s.a.w. bersabda: "Merdekakanlah dia."
(Malik di dalam Muwatha'nya, Ahmad, 'Abdur Razzaaq, Ibnu al-Jaarud, at-Thabaraani dan lain-lain).

Hadits ini jelas menunjukkan amal bukanlah komponen yang tidak dapat dipisahkan sama sekali dari iman. Kerana itulah Rasulullah s.a,w. langsung tidak bertanya tentangnya.

💦🗯🗯

Iman menurut Murji'ah tidak lebih daripada nama kepada membenarkan agama Islam dengan hati (تصديق بالجنان) semata-mata. Pengakuan dengan lidah (إقرار بالسان) dan عمل بالأركان  (melakukan suruhan agama dengan anggota badan) bagi mereka bukan syarat dan dan bukan juga juzu' iman. Cogan kata mereka ialah
لا تضر مع الإيمان معصية كمالا تنفع الطاعة مع الكفر
(Tidak mengapa melakukan ma'shiat kalau beriman. Tidak berguna keta'atan kalau ia dilakukan dalam kekufuran).
إن المؤمن وإن عصى لا يدخل النار
(Sesungguhnya orang mu'min tidak akan masuk neraka walaupun ia melakukan ma'shiat).

Firqah (aliran) Jahmiyyah pula berpendapat, iman adalah nama kepada ilmu dan pengetahuan( معرفة) tentang agama Islam. Apabila seseorang mengetahui Islam adalah benar dan ia adalah agama Allah, itu bererti mereka sudah pun beriman. Iman mereka bahkan sudah sempurna!

Golongan Khawarij berpendapat, iman adalah gabungan tiga rukun berikut: التصديق بالجنان(menerima atau membenarkan dengan hati),العمل بالأركان (melakukan suruhan agama dengan anggota badan) dan الإقرار باللسان(mengaku dengan lidah). Oleh kerana mereka menganggap (العل بالأركان) sebagai juzu' hakiki (komponen sebenar) dan asas iman yang tidak dapat dipisahkan, mereka menghukum kafir  terhadap orang yang meninggalkannya. Orang yang melakukan dosa besar bahkan akan kekal di dalam neraka menurut mereka. Golongan Mustazilah juga mempercayai iman adalah gabungan tiga rukun tersebut, tetapi seseorang yang tidak mengamalkan amalan agama, tidaklah sampai menjadi kafir. la bagaimanapun telah terkeluar dari sempadan iman. Kedudukan orang-orang yang tidak mengamalkan perintah agama bagi mereka adalah di antara sempadan iman dan sempadan kekufuran ( منزلة بين المنز لتين).

Sebenarnya latar belakang semasa merupakan salah satu faktor penting yang melahirkan perbezaan pendapat di antara dua golongan Ahli as-Sunnah wa alJamaah yang tersebut tadi. Kewujudan gelombang Murji'ah dan Jahmiyyah telah mendorong golongan pertama bertegas mengatakan 'amal bil arkaan sebagai juzu' iman. Walaupun pada hakikatnya 'amal bil arkaan itu di sisi mereka tidak lebih daripada juzu' penyempurna atau juzu mukammil sahaja. Ini kerana golongan Murji'ah percaya amal sama ada baik atau buruk tidak memberi apa-apa kesan kepada iman seseorang. Menerima agama Islam sebagai agama yang benar di dalam hati sahaja sudah memadai untuk dianggap seseorang itu mu'min yang pasti akan masuk syurga. Walaupun ia tidak pernah melakukan apa-apa kebaikan dalam kehidupannya.
Penerimaan agama sekadar itu cuma ,sudah memadai  untuk menghalang sesaorang masuk neraka,walaupun di sepanjang hayat ia hanya melakukan kejahatan dan dosa.

Golongan kedua  pula menghadapi gelombang puak Khawarij dan Mu'tazilah yang percaya bahawa seseorang akan terus menjadi kafir atau terkeluar dari batas iman sebaik sahaja ia tidak melakukan apa-apa suruhan agama yang wajib atau melanggar apa-apa perintah dan larangan agama Yang menyebabkan pelakunya berdosa besar. Ini kerana dalam asas kepercayaan mereka, amal adalah juzu' asasi dan juzu' mukawwin (komponen Yang membentuk hakikat) iman sama seperti tashdiq. Latar belakang inilah yang mendorong golongan kedua menafikan amal bil arkaan sebagai juzu' iman. Oleh kerana golongan kedua menafikan amal bil arkaan sebagai salah satu juzu' iman seperti golongan Murji'ah, mereka kadang-kadang dituduh Muji'ah. Padahal Murji'ah menafikan kedua-dua bentuk juzu' mukawwin dan mukammil. Golongan kedua pula hanya menafikan amal bil arkaan sebagai juzu' mukawwin sahaja. Mereka tidak pernah menafikannya sebagai juzu' mukammil. Inilah sebenarnya perkara yang menjadi punca kepada tuduhan melulu seperti itu. Puncanya ialah kejahilan tentang perbezaan di antara juzu' mukawwin dan juzu' mukammil. Kalaulah semata-mata menyerupai sesuatu golongan yang menyeleweng pada pandangan sepintas lalu, membolehkan anda mengaitkan sesuatu aliran yang benar dengan golongan yang menyeleweng itu, niscaya boleh juga anda kaitkan aliran pertama dengan aliran Khawarij dan Mu'tazilah. Kerana bukankah dua golongan yang menyeleweng itu juga mempercayai iman murakkab? Membenarkan dengan hati, mengaku dengan lidah dan mengamalkan segala titah perintah Allah dan rasulNya adalah tiga komponennya?? Kenapa tidak pula golongan pertama dikaitkan dengan dua golongan yang menyeleweng itu??? Jika jawapannya ialah keserupaan yang kelihatan kepadamu itu adalah akibat pandangan sepintas lalu, maka begitulah juga dengan golongan kedua. Sebabnya golongan pertama tidak boleh dikaitkan dengan Khawarij dan Mu'tazilah ialah kerana mereka tidak menganggap amal bil arkaan sebagai juzu' mukawwin iman seperti dua aliran yang meneleweng itu. Mereka hanya menganggapnya juzu' mukammil atau mutammim semata-mata. Tuduhan terhadap golongan kedua sebagai Murji'ah agak meluas di suatu ketika dahulu sehingga asy-Syahristaani di dalam kitabnya alMilal wa an-Nihal membahagikan Murji'ah kepada dua puak.

Pertama: Murji'ah ahli biďah. Mereka ini langsung tidak memandang penting terhadap sebarang amalan dalam kehidupan berugama.
Kedua: Murji'ah Ahli as-Sunnah. Mereka ini meskipun tidak menganggap amal bil arkaan sebagai juzu' iman, tetapi sangat mengambil berat tentangnya. Selain sangat kuat beramal, mereka juga merupakan pengikut Sunnah yang setia. Daripada keterangan asy-Syahristaani itu dapat disimpulkan golongan kedua tadi kalau pun telah dipanggil sebagai Murji'ah, ia bukanlah Murji'ah yang sesat tetapi termasuk dalam Murji'ah Ahli as-Sunnah yang sangat mengambil berat tentang amalan dan sangat kuat beramal mengikut Sunnah Rasulullah s.a.w. Banyak sekali terdapat ayat-ayat al-Qur'an yang membuktikan bahawa pembentukan iman tidak akan lengkap tanpa adanya keimanan dan amalan keta'atan, kedua-duanya sekali. Sebanyak 34 tempat di dalam al-Qur'an di mana tersebut
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
Antara lainnya ialah dua ayat berikut:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
Bermaksud: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakukan amalan-amalan saleh,..”

Mengikut qaedah ilmu Nahu 'Arab. kata sendi yang memisahkan di antara perkataan dan di dalam ayat di atas ialah و (dan). Wau itu pula adalah Wau 'Athaf (واو العطف)
yang membawa maksud pemisah di antara dua atau lebih kata perbuatan atau kata nama yang berbeza hakikatnya (يقتضي ابمغايرة) la menunjukknn iman dan amal saleh itu adalah  dua entiti yang berlainan tetapi saling melengkapi satu sama lain. Di dalam satu ayat yang lain pula iman digambarkan sebagai satu syarat untuk sahnya amal saleh, iaitu

An-Nahl 16:97
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةًۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Bermaksud: Sesiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kanni akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (an-Nahl: 97).

Walaupun percanggahan di antara pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas kelihatan tidak sebesar mana pun pada pandangan orang-orang yang tidak mengetahuinya atau orang-orang yang tidak mengikuti perkembangan perbahasan mengenainya, tetapi kesan daripada perselisihan tersebut boleh membawa kepada pertikaian hukum 'aqidah yang agak kompleks. Contohnya bagi
ulama' Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah, seseorang yang beriman tidak boleh melakukan apa jua amalan yang bertentangan dengan 'aqidah seperti menyembah berhala atau perbuatan dan ucapan berunsur syirik selainnya, kerana perbuatan seumpama itu boleh merosakkan 'aqidah atau imannya. Sebaliknya amalan-amalan seumpama itu tidak akan meninggalkan apa-apa kesan pun kepada iman pelakunya menurut pegangan Murji'ah dan Karraamiyyah. Justeru pelakon-pelakon yang memegang watak-watak orang-orang kafir dengan melakukan aksi menyembah berhala seperti yang biasa dilakonkan oleh bintang-bintang filem Hindustan atau Bollywood yang beragama Islam, pada hakikatnya mencerminkan kewujudan ajaran Murji'ah atau Karraamiyyah hingga dewasa ini. Malah tanpa kita sedari juga, 'aqidah Murji'ah dan Karraamiyyah tetap masih dipraktikkan di zaman moden ini apabila tidak kurangnya jumlah orang-orang Islam yang mengahwini orang-orang kafir dan menjalani kehidupan tanpa panduan dan suluhan agama. Antara ciri-ciri umum yang terdapat pada semua aliran ajaran sesat ialah ajaran mereka terpesong daripada landasan Sunnah Nabi s.a.w. Punca utamanya ialah kerana sikap membelakangi hadits-hadits Baginda s.a.w. Maka al-Qur'an ditafsir sesuka hati tanpa merujuk dan memadankannya dengan interpretasi hadits. Contohnya ayat:وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ
Bermaksud: dan sembahlah Tuhanmu, sehingga datang kepadamu yakin. (al-Hijr: 99).

Yakin yang tersebut di dalam ayat ini telah di tafsir oleh golongan ilmu isi (satu aliran sufi yang sesat) dengan tempoh yang diwajibkan kepada seseorang untuk menyembah tuhan ialah sebelum datang keyakinan (ma'rifat) kepadanya. Sebaik sahaja keyakinan datang di dalam jiwanya, maka menyembah Tuhan bukan lagi menjadi kewajibannya. Sedangkan Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah mentafsirkan perkataan al-yaqin di dalam ayat itu dengan kematian. Dalil yang paling jelas untuk mentafsirkan maksud ayat tersebut ialah amalan Nabi s.a.w. sendiri serta amalan para sahabat Baginda yang tidak pernah jemu dan berhenti daripada melakukan ibadat-ibadat dan amalan-amalan ketaatan yang lain. Mereka sebaliknya sentiasa meningkatkan usaha dalam memperbanyakkan amalan sunat sehingga ke akhir hayat. Maka bolehkah seseorang menyimpulkan bahawa Rasulullah s.a.w, dan para sahabatnya tidak pernah sampai ke maqam yakin di sepanjang hayat mereka, lantaran mereka terus beribadat sampai ke akhir hayat? Oh, kalau begitu golongan ilmu isi lebih hebat lagilah daripada Rasulullah dan para sahabatnya! Antara hadits yang menggunakan perkataan al-yaqin dengan erti kematian ialah hadits Ummul Alaa berikut:
عَنْ خَارِجَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ عَنْ أُمِّ الْعَلَاءِ وَهِيَ امْرَأَةٌ مِنْ نِسَائِهِمْ بَايَعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ طَارَ لَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ فِي السُّكْنَى حِينَ اقْتَرَعَتْ الْأَنْصَارُ عَلَى سُكْنَى الْمُهَاجِرِينَ فَاشْتَكَى فَمَرَّضْنَاهُ حَتَّى تُوُفِّيَ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ فِي أَثْوَابِهِ فَدَخَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ أَبَا السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لَقَدْ أَكْرَمَكَ اللَّهُ قَالَ وَمَا يُدْرِيكِ قُلْتُ لَا أَدْرِي وَاللَّهِ قَالَ أَمَّا هُوَ فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ إِنِّي لَأَرْجُو لَهُ الْخَيْرَ مِنْ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا أَدْرِي وَأَنَا رَسُولُ اللَّهِ مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ قَالَتْ أُمُّ الْعَلَاءِ فَوَاللَّهِ لَا أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدَهُ قَالَتْ وَرَأَيْتُ لِعُثْمَانَ فِي النَّوْمِ عَيْنًا تَجْرِي فَجِئْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ ذَاكِ عَمَلُهُ يَجْرِي لَهُ
Bermaksud: Kharijah bin Zaid bin Tsabit meriwayatkan  daripada Ummil Alaa.Ummil Alaa adalah perempuan Anshar yang telah berbaiah  kepad Rasullah saw. Kata beliau :Kami bertuah kerana mendapat  Utsman bin Madzun dalam  cabutan undi yang dibuat oleh golongan Anshaar untuk penempatan orang-orang Muhajirin.
Utsman bin Madzun kemudiannya jatuh sakit. Kami merawat beliaunsampai beliau meninggaldunia.Setelah kami selesau mengkafakannya, masuklah Rasulullah s.a.w. Ketika itu saya berkata:Semoga rahmat  Allah bercucuran ke atasmu wahai Aba as-Saa'ib! Aku bersaksi bahawa sesungguhnya telah memuliakan mu". Rasulullah s.a.w. menegur (aku): "Mana kau tahu?"Jawab saya: demi Allah memang tidak tahu!" Baginda s.a.w. bersabda: "Dia (Utsman bin Madzun) sesungguhnya telah mati (makna asalnya ialah sesungguhnya telah didatangi keyakinan). Aku benar-benar mengharapkan kebaikan daripada Allah untuknya. Demi Allah! Aku walaupun seorang utusan Allah, tidak tahu apa sebenarnya akan dilakukan terhadapku dan kamu." Kata Ummul 'Alaa': "Demi Allah! Aku tidak akan memuji sesiapa lagi selepas ini." Kata Ummul 'Alaa': "Selepas itu aku bermimpi 'Utsman mempunyai mata air yang mengalir. Aku pergi menemui rasulullah s.a.w. dan menceritakan mimpiku itu. Maka Baginda bersabda: "ltulah amalan jariahnya yang terus mengalir (sebagai pahala untuknya).
(Hadits riwayat Bukhari, Ahmad, Nasaa'i, Baihaqi dan lain-lain).

Al-Qur'an sendiri juga sebenarnya ada menggunakan perkataan al-yaqin dengan erti kematian. Lihat firman Allah di bawah ini tentang orang-orang yang bersalah sebagai contohnya:

Al-Muddaththir 74:42
مَا سَلَكَكُمْ فِى سَقَرَ
Al-Muddaththir 74:43
قَالُوا۟ لَمْ نَكُ مِنَ ٱلْمُصَلِّينَ
Al-Muddaththir 74:44
وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ ٱلْمِسْكِينَ
Al-Muddaththir 74:45
وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلْخَآئِضِينَ
Al-Muddaththir 74:46
وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ ٱلدِّينِ
Al-Muddaththir 74:47
حَتَّىٰٓ أَتَىٰنَا ٱلْيَقِينُ

Bermaksud: Apakah yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar? (42)
Orang-orang yang bersalah itu menjawab: "Kami tidak termasuk dalam kumpulan orang-orang yang mengerjakan sembahyang; (43)
Kami tidak pernah memberi makan orang-orang miskin;(44)
Kami dahulu selalu mengambil bahagian dalam memperkatakan perkara yang salah, bersama-sama dengan orang-orang yang memperkatakannya; (45)
dan kami sentiasa mendustakan hari pembalasan, (46) sehinggalah kami didatangi kematian. (47).
(al-Muddattsir: 42-47).

Justeru dalam mentafsirkan makna-makna al-Qur'an, hadits dan Sunnah serta al-Qur'anlah yang seharusnya dijadikan rujukan utama. Jika makna sesuatu ayat al-Qur'an itu sudah ditafsirkan oleh Sunnah yang sahih, maka tafsiran yang bercanggah dengannya sudah pasti akan tertolak dengan sendirinya. Malah apa jua amalan berkaitan dengan agama yang tidak pernah diamal atau dianjurkan oleh Nabi s.a.w. adalah perbuatan sia-sia yang tidak mempunyai sebarang kelebihan. Melaksanakan sebarang amalan ibadah bolehlah diibaratkan sebagai pengambilan ubat-ubatan. Setiap preskripsi, dos dan jadual pengambilannya haruslah mengikut arahan yang ditetapkan oleh pakar perubatan. Sebarang penambahan dosnya yang difikirkan sendiri oleh pesakit tidak akan mempercepatkan proses penyembuhan, malah hanya akan mengundang kemudharatan. Dalam l'tiqad Ahii as-Sunnah wa al-Jama'ah, perbuatan seumpama ini dipanggil Bid'ah. Contohnya melakukan amalan puasa seama tiga bulan berturut-turut iaitu pada bulan Rejab, Sya'ban dan Ramadhan seperti yang diamalkan olcpeh sesetengah masyarakat kita pada hari ini, Kerana menurut hadits tidak ada sebuah hadits yang sahihpun yang menggalakkan pengamalannya.

Saidina 'Umar sendiri pernah dilaporkan telah memukul orang yang cuba menghidupkan amalan puasa pada bulan Rejab. Oleh itu, sebagai pengikut Ahli as-Sunnah al-Jamaah yang sejati, anda sepatutnya mengambil sikap proaktif untuk membezakan diri anda daripada golongan sesat dan ahli bid'ah dengan menghidupkan Sunnah Nabi s.a.w. di samping melenyapkan amalan-amalan bid'ah yang sememangnya menjadi syi'ar ajaran golongan berkenaan. Kerana antara ciri-ciri yang disepakati oleh seluruh ajaran sesat ialah sikap mereka yang menolak hadits-hadits sahih atau sikap anti hadits mereka atas alasan masing-masing. Sebagai contohnya. golongan Mustazilah menolak hadits-hadits yang mereka rasakan bercanggah dengan logik atau aqal semasa. Kerana itulah mereka menolak hadits-hadits Israk Miraj dan Syaqqu as-Shadr(pembedahan dada Nabi s.a.w. oleh malaikat Jibril dan Mika'il) dan lain-Iain.

Sementara golongan Syiah akan menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh selain Ahlul Bait.
Ahlul Bait mengikut dalam definisi dan fahaman mereka hanya terbatas kepada 'Ali. Fatimah, Hassan, Husain dan anak-anak cucu mereka yang terpilih sahaja. Manakala golongan Khawarij hanya membataskan penerimaan hadits kepada tempoh-tempoh dan individu-individu tertentu sahaja daripada kalangan sahabat.

Contohnya riwayat Saiyyidina 'Utsman menurut mereka, hanya boleh diterima sebelum beliau kononnya terpesong pendirian dalam memegang tampuk pemerintahan sahaja. Dengan alasan kredibiliti beliau selepas itu telah tercemar. Malah menurut mereka lagi riwayat sekalian para sahabat yang terlibat dalam pertelagahan sesama sendiri terutamanya selepas peristiwa pembunuhan 'Utsman juga tidak boleh diterima lagi. Ini kerana mereka telah terlibat dengan percakaran dan peperangan sesama Islam yang menurut mereka termasuk dalam perbuatan dosa besar. Melakukan dosa besar pula menurut kepercayaan mereka akan menjadikan seseorang itu kafir! Jika diperhatikan dengan lebih jauh dan lebih halus, golongan-golongan yang menyeleweng dan terpesong daripada landasan Islam yang sebenar itu bukan sekadar berani menolak dan mempertikaikan hadits-hadits rasulullah s.a.w. sahaja, malah adakalanya mereka sama ada secara sedar atau tidak, berani menolak al-Qur'an sekalipun jika ia didapati bercanggah dengan prinsip-prinsip pegangan dan kepercayaan mereka. Sebagai contohnya lihat bagaimana peristiwa Nabi Musa telah membelah laut dengan tongkat Baginda tidak diterima oleh golongan Muktazilah. Padahal ia bukan sahaja tersebut di dalam hadits-hadits Nabi s.a.w., malah tersebut juga di dalam al-Qur'an, Tetapi oleh kerana ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits itu bercanggah dengan salah satu prinsip mereka iaitu menafikan adanya mukjizat para nabi a.s., mereka sama ada terus menolaknya atau menta'wilkannya dengan ta'wilan-ta'wilan yang bercanggah dan bertentangan sama sekali dengan al-Qur'an sendiri. Antara contoh takwilan mereka terhadap mu'jizat Nabi Musa a.s. yang telah membelah laut dengan tongkatnya ialah kata mereka bahawa kejadian yang sebenarnya telah berlaku ialah fenomena pasang surut air laut. Menurut mereka Nabi Musa a.s. adalah seorang yang arif tentang ilmu astronomi. Baginda a.s. sebenarnya telah merancang untuk melarikan kaumnya dengan menyeberangi laut pada waktu air laut akan surut. Tempoh surutnya juga telah diketahui oleh Baginda. Dalam perkiraan Nabi Musa. sebaik sahaja kaumnya berjaya menyeberangi laut, air taut akan pasang kembali dan ia akan mengakibatkan orang-orang yang mengekori mereka dari belakang tenggelam oleh air pasang itu.Takwilan seperti ini nyata sekali  bertentangan dengan nas alquran berikut;

Ash-Shu'ara' 26:63
فَأَوْحَيْنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنِ ٱضْرِب بِّعَصَاكَ ٱلْبَحْرَۖ فَٱنفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَٱلطَّوْدِ ٱلْعَظِيمِ

Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, lalu   menjadilah air tiap-tiap bahagian yang terbelah itu (terangkat)seperti gunung yang besar

Walaubagaimanapun golongan Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah tetap menerima kesemua hadits yang terbukti sahih datangnya dari Nabi atau para sahabat Baginda. Kredibiliti para sahabat tidak pernah mereka ragui apalagi dipertkai atau dicemuh. Sekiranya kesalahan-kesalahan para sahabat seperti meminum arak, berzina dan sebagainya dijadikan alasan oleh golongan yang para sahabat dengan mendakwa bahawa kejujuran mereka juga tidak mustahil boleh tercemar. Sekiranya kesalahan- kesalahan tersebut sudah terbukti menjadi satu teladan dalam pembentukan syariat Islam. Kerana proses pembentukan hukum syariat tidak akan berjalan dengan lancar tanpa insiden-indsiden yang telah mereka alami, di samping tiada sebarang bukti yang menunjukkan mereka pernah berbohong. Dalam masa yang sama kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan bukanlah menjadi suatu penyebab yang merendahkan martabat dan keimanan mereka. Sebaliknya kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan adalah satu bukti yang menunjukkan bahawa terdapat hikmah yang sengaja diatur oleh Allah s.w.t. untuk membantu RasulNya menjelaskan dengan lebih terang lagi pelaksanaan hukum-hukum kepada umat Baginda. Tanpa sebarang contoh kesalahan yang dilakukan oleh para sahabat, pelaksanaan hukum secara praktikal mustahil ditunjukkan dengan tepat dan jelas. Bahkan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan tidak pernah mencacatkan kejujuran mereka bila mereka sendiri terbukti berani mengakui kesalahankesalahan yang telah dilakukan di hadapan Baginda s.a.w. Misalnya seorang sahabat yang bernama Ma'iz al-Aslami r.a. yang datang sendiri menemui Rasulullah s.a.w. untuk meminta Baginda menjalankan hukuman ke atasnya setelah beliau mengaku telah berzina. Tetapi setiap kali beliau berbuat demikian, Nabi akan memalingkan wajah Baginda daripadanya dan memuruhnya pulang. Namun setelah beliau datang lagi pada kali yang keempat, Nabi s.a.w. telah berkata kepadanya, "Engkau gilakah?" Ma'iz lantas menafikan dan meminta agar Nabi segera menjalankan hukuman ke atasnya. Setelah hukuman dijalankan, terdapat para sahabat yang meyatakan kekesalannya terhadap keterlanjuran yang telah beliau lakukan, namun perbuatan demikian terus ditegur oleh Nabi s.a.w. dengan mengatakan bahawa Baginda telah melihat beliau sedang berenang-renang di dalam syurga. Baginda s.a.w. juga telah bersabda:
لَقَدْ تَابَ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ أُمَّةٍ لَوَسِعَتْهُمْ
Bermaksud: Dia telah benar-benar bertaubat (dan nilai taubatnya itu begitu tinggi) sehingga kalau taubatnya itu dibahagi-bahagikan di antara sekumpulan besar manusia niscaya ia masih mencukupi (untuk diterima Allah).
(Lihat Sahih Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Nasaa'i, Tirmizi, Daaraquthni, Abu 'Awaanah dan lain-lain).

Demikianlah ketinggian iman para sahabat yang cuba dipersenda-sendakan oleh musuh-musuh Islam. Tujuan mereka tidak lain hanyalah untuk dijadikan senjata dapat mencederakan kejujuran para sahabat dalam agama Sedangkan Ma'iz al-Aslami tidak pernah ditonjôlkan oleh tokoh-tokoh muhadditsin sebagai dari kalangan sahabat yano hadits. Tidak ada satu pun hadits yang oleh beliau. Andaikata beliau ada hadits, tetap akan diterima. Apatah lagi riwayat-riwayat daripada para sahabat yang telah ikut serta dalam peperangan Badar. Bukankah mereka telah diampunkan Allah walau apapun jua kesalahan yang mereka lakukan. Allah s.w.t. telah berfirman di dalam sebuah hadits Qudsi tentang ahli Badar bahawa: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
Bermaksud: "Lakukan apa saja yang kamu mahu, sesungguhnya Aku telah mengampunkanmu."
(Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Tirmizi, Nasaa'i, Ibnu Majah, at-Thabaraani, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain).

Hadits ini meskipun diketahui oleh ahli Badar, tidak pernah diketahui pula mereka menjadikannya sebagai perisai untuk melakukan ma'shiat. Tidak juga pernah terbukti dalam sejarah hidup mereka bahawa mereka menganggapnya sebagai satu peluang dan kesempatan untuk melakukan kederhakaan terhadap Allah. Malah sebagai tanda rasa syukur, mereka telah melipat gandakan amalan keta'atan, bukan sebaliknya menghentikannya. Apalagi untuk menggantikannya dengan amalan ma'shiat atau bid'ah. Kerana seseorang yang terdidik dengan adab dan budaya yang luhur tidak akan berbuat sesuka hati di dalam rumah orang yang menjemputnya masuk dengan mengatakan: "Buatlah seperti rumah sendiri". Malah sambutan mesra tuan rumah tersebut akan disambut dengan perasaan terharu yang akan membuatkannya lebih bersopan dan berhati-hati. Keampunan yang diterima daripada Allah s.w.t. itu juga tidak pernah mereka anggap remeh dengan mengulangi semula kesalahan-kesalahan yang sama- Lihat saja kisah Kaab bin Malik, Hilal bin Umaiyyah dan Murarah bin Rabi'ah yang telah dipulau selama lima puluh hari sebagai hukuman kerana tidak menyertai peperangan Tabuk oleh Nabi s.a.w. dan para sahabat setelah Baginda s.a.w. menerima arahan daripada Allah s.w.t. untuk berbuat demikian. Selama tempoh tersebut beliau tidak pernah ditegur oleh sesiapapun, dan teguran beliau juga tidak diendahkan. Malah salam beliau tidak dijawab oleh Nabi s.a.w sendiri. Namun setelah tempoh yang memeritkan itu berlalu, beliau telah mengisytiharkan untuk menyerahkan segala hartanya sebagai tanda kesyukuran di hadapan para sahabat yang mengerumuninya untuk mengucapkan tahniah sebaik sahaja mereka mendapat berita tentang pengampunannya.
Begitu juga dengan seorang sahabat yang telah terdorong mencium seorang perempuan. Setelah menyedari kesalahannya, beliau terus berlari mendapatkan Rasulullah s.a.w. sambil mengadu halnya kepada Baginda dengan berkata, "Binasalah aku" beberapa kali. Setelah mengetahui perkara yang sebenarnya Nabi s.a.w. mengajaknya untuk sama-sama berwudhu' dan menunaikan sembahyang. Lalu pada keesokkan harinya, barulah Nabi s.a.w. menjelaskan bahawa dosanya telah diampunkan oleh Allah disebabkan amalan sembahyang yang dilakukannya pada hari semalam sambil Baginda membacakan ayat:
Hud 11:114
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَىِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ ٱلَّيْلِۚ إِنَّ ٱلْحَسَنَٰتِ يُذْهِبْنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ
Bermaksud: dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada (waktu) malam. Sesungguhnya perbuatan- perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. ltulah peringatan bagi orang-orang yang mahu ingat. (Huud:114).

Namun sahabat berkenaan tidak pernah diberitakan telah menjadikan kelonggaran daripada ayat yang turun khusus berkenaan dengan insiden yang dialaminya sendiri itu sebagai satu peluang untuk melakukannya semula. Golongan yang memusuhi para sahabat tidak henti-henti mencari alasan berupa ayat-ayat al-Quran yang zahirnya menegur perbuatan para sahabat sebagai dalil
untuk memburuk-burukkan imej mereka. Antara ayat yang selalu mereka jadikan sebagai alasan untuk mencalarkan kredibiliti para sahabat ialah tiga dari surah al-Hujuraat berikut:
Al-Hujurat 49:2
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَرْفَعُوٓا۟ أَصْوَٰتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ ٱلنَّبِىِّ وَلَا تَجْهَرُوا۟ لَهُۥ بِٱلْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَٰلُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Al-Hujurat 49:3
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَٰتَهُمْ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱمْتَحَنَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰۚ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ
Al-Hujurat 49:4
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِن وَرَآءِ ٱلْحُجُرَٰتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Bermaksud: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengangkat suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu menyaringkan suara (dengan lantang) semasa bercakap dengannya sebagaimana sebahagian daripada kamu menyaringkan suaranya semasa bercakap dengan sebahagian yang lain, supaya tidak terhapus pahala amalanmu, sedang kamu tidak menyedarinya. (2). Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya semasa mereka berada di sisi Rasulullah (s.a.w), - merekalah orang-orang yang telah dibersihkan Allah hati mereka untuk bertaqwa; mereka beroleh keampunan dan pahala yang besar. (3).
Sesungguhnya orang-orang yang memanggilmu dari luar bilik-bilik (tempat ahlimu, Wahai Muhammad), kebanyakan mereka tidak mengerti (adab dan tata tertib). (4). (al-Hujuraat:2-4).

Menurut mereka sikap kurang ajar para sahabat terhadap Nabi s.a.w. yang mendapat teguran daripada Allah tersebut amat jelas membuktikan sikap sebenar para sahabat. Sedangkan ayat tersebut hanya ingin menjelaskan peringkat-peringkat proses tarbiyah Nabi s.a.w. dalam mendidik para sahabat yang datang daripada pelbagai latar belakang dan pelbagai qabilah. la sebaliknya memaparkan kejayaan Nabi s.a.w. mengubah kehidupan kasar mereka kepada satu generasi yang paling sopan dan tinggi adabnya di persada sejarah. Kerana kejayaan sesuatu usaha akan dinilai berdasarkan hasil yang diraih di penghujung tempoh usahanya itu, bukan di permulaan usahanya. Ini dibuktikan oleh gambaran-gambaran hadits tentang sikap para sahabat selepas itu. Apabila ingin menemui Nabi s.a.w., mereka akan mengetuk pintu rumah Baginda dengan hanya menggunakan hujung-hujung kuku mereka sahaja. Apalah hebatnya Nabi s.a.w, sekiranya pengikut-pengikut Baginda sudah terdiri daripada orang-orang yang sopan dan baikbaik belaka!!

Ringkasnya, pegangan Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah berkenaan dengan hakikat iman adalah berpandukan kepada tafsiran Nabi s.a.w. yang dipraktikan oleh para sahabat Baginda. Kerana Nabi s.a.w. sentiasa menggalakkan para sahabat agar sentiasa mengisi kehidupan mereka dengan amalan ketaatan, bukannya membiarkan kehidupan mereka berlalu tanpa panduan dan amalan lantaran berpada dengan pengakuan iman sahaja. Dalam membongkar faktor-faktor yang menyebabkan golongan sesat semakin tersasar dalam pencarian kebenaran mereka, para sulama' telah menyimpulkan tiga faktor utama yang menyumbang kepada kesesatan dan penyelewengan 'aqidah, iaitu:
(1) Menolak hadits-hadits sahih.
(2) Meninggalkan panduan daripada amalan para sahabat yang menerima bimbingan secara langsung dan secara praktikal daripada Nabi s.a.w.
(3) Mengikut tuntutan hawa nafsu dan memandai-mandai dalam mereka cipta ajaran-ajaran agama.

Sebagai kesimpulan kepada perbincangan yang lalu dapatlah dikatakan, Imam Bukhari lebih banyak memberi tumpuan kepada 'aqidah golongan Murjiäh, Karramiyyah dan seumpamanya yang berpendapat bahawa seseorang itu sudah dikira beriman dengan hanya mengakuinya di dalam hati sahaja dan keadaan imannya tidak akan terjejas walaupun dia melakukan apa saja amalan ma'shiat. Manakala ulama sebelumnya seperti Imam Abu Hanifah dan lain-lain pula,lebih menumpukan perhatian kepada golongan Muktazilah dan Khawarij yang beriktikad amalan sekali-kali tidak boleh dipisahkan daripada iman.
Dalam ertikata yang lain seseorang yang tidak melakukan sesuatu amalan keta'atan tidak dikira sebagai seorang yang beriman. Seseorang yang melakukan sesuatu dosa besar pula akan terus menjadi kafir. Untuk membendung pengaruh golongan Muktazilah dan Khawarij tersebut. Imam Abu Hanifah dan para ulama yang sependapat dengannya di zaman beliau mengatakan iman itu bersifat Basith (tunggal tanpa komponen). Walau bagaimanapun mereka tetap berpendapat bahawa kaifiat (keadaan), atsar (kesan) atau tsamaraat (hasil dan buah) iman itu berbeza di antara seseorang yang beriman hasil daripada amalan yang berbeza. Dalam erti kata yang lain, amalan seseorang tetap memainkan peranan yang besar dan penting dalam membentuk dan menyuburkan imannya. Namun apabila masa berlalu, hinggalah sampai ke zaman Imam Bukhari, sesetengah golongan telah bertindak lebih jauh apabila menerima konsep Basith itu dengan erti seseorang yang beriman tidak perlu lagi metnbuat sebarang amalan ketaatan dan dalam masa yang sama amalan ma'shiat juga tidak meninggalkan apa-apa kesan kepada imannya. Maka untuk memperbetulkan 'aqidah songsang sebagaimana yang dipegang oleh golongan Murji 'ah, Karramiyyah dan sebagainya itu. Imam Bukhari dan jumhur  ulama di zamannya tampil menyatakan bahawa iman itu mempunyai beberapa komponen atau iman itu bersifat murakkab.

Dalam usaha membuktikan da'waannya itu. Imam Bukhari telah membawa sejumlah ayat yang menunjukkan bahawa amal itu adalah sebahagian daripada iman. Antaranya ialah ayat berikut:

Al-Furqan 25:77
قُلْ مَا يَعْبَؤُا۟ بِكُمْ رَبِّى لَوْلَا دُعَآؤُكُمْۖ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًۢا
Bermaksud: Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidak mengindahkan kamu. melainkan kalau ada doamu (ibadatmu). (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepadaNya), Padahal kamu sesungguhnya telah mendustakanNya? Kerana itu kelak (azab) pasti (menimpamu)". (alFurqaan: 77).

Doa yang merupakan suatu bentuk amalan dan ibadat, membawa maksud iman di dalam ayat ini. Ini menunjukkan iman itu mempunyai komponennya berupa amalan.
Di dalam ayat 143 Surah al-Baqarah Allah berfirman:

Al-Baqarah 2:143
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمْۚ
Bermaksud; "Allah tidaklah akan mensia-siakan iman kamu."

Iman di dalam ayat ini pula membawa maksud sembahyang kamu. Ayat ini juga menunjukkan amalan (sembahyang dan lain-lain) merupakan komponen iman. la jelas menunjukkan iman itu bersifat murakkab.
Biar apa pun, di antara pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Bukhari yang kelihatan seolah-olah bercanggah itu pada hakikatnya tidak bercanggah langsung. Perbezaan yang kelihatan hanyalah perbezaan dari sudut kaedah atau metode yang digunakan oleh mereka dalam usaha menangkis hujah-hujah golongan sesat yang berkembang pada zaman masing-masing sahaja. Kerana meskipun Imam Bukhari berpendapat bahawa iman bersifat Murakkab, beliau tidak pernah mendawa seperti dakwaan golongan Mutazilah dan Khawarij yang mengatakan iman dan amal adalah dua entiti atau hakikat yang sama. Manakala Imam Abu Hanifah dan ulama yang sependapat dengannya pula, walaupun mereka mendakwa iman bersifat Basith, namun mereka tidak pernah mengatakan amalan Iidak diperlukan lagi sebagaimana da'waan golongan Murji 'ah, Karramiyyah dan sebagainya. Jadi perbezaan di antara Imam Bukhari dan ulama sezamannya dengan Imam Abu Hanifah dan 'ulama yang sependapat dengannya adalah perbezaan dari sudut kaedah dan pendekatan sahaja atau dengan kata lain perbezaan lafzi sahaja, tidak lebih dari itu. Sekarang penulis cuba meringkaskan apa yang dikatakan perbedaan pendekataan dan perbedaan lafzi di antara dua golongan Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah tersebut. Dengan itu akan nyatalah persamaan tanggapan tentang iman yang ada pada keduanya.
(1) Golongan pertama mengatakan iman bertambah dengan amalan keta'atan dan berkurang dengan amalan ma'shiat atau perbuatan dosa. Apa yang bertambah? Kata mereka, yang bertambah ialah kesan amalan itu, hasilnya atau kaifiatnya. Golongan kedua tidak menafikannya. Yang mereka nafikan ialah bertambah atau berkurangnya apa yang semestinya diimani dan dipercayai (مُؤْمِنٌ بِهِ). Dalam soal ini pada hakikatnya golongan pertama tidak berbeda daripada golongan kedua.
(2) Golongan pertama mengatakan terdapat tiga juzu' (komponen) di dalam iman. Tetapi juzu' asas dan sebenarnya hanyalah تصديق بالجنان(membenarkan dengan hati). Membuat pengakuan dengan lidah dan mengamalkan apa yang diimani juga merupakan juzu' (komponen) iman, tetapi kedua-duanya adalah komponen tambahan (جزء زائد).
Golongan kedua walaupun tidak bersetuju dengan golongan pertama daripada segi iman mempunyai beberapa juzu', ada yang asasi dan ada yang tambahan. Tetapi mereka tetap bersetuju dengan golongan pertama tentang تصديقsebagai hakikat (ماهية) iman. Adapun yang dua lagi itu bukan juzu'nya, ia tidak lebih dari buah atau hasil iman.
(3) Golongan kedua percaya bahawa orang yang tidak melakukan apa-apa perintah dan suruhan agama, begitu juga orang yang melanggar perkara-perkara yang diharamkan oleh agama tidak akan terus masuk syurga seperti kepercayaan Murji'ah. Mereka mengatakan orang seperti itu kalau tidak diampunkan oleh Allah akan dihukum dahulu sama ada di alam Barzakh, di Mahsyar atau di dalam neraka. Bagaimanapun akhirnya ia akan dilepaskan dari neraka dan akan masuk syurga. Golongan pertama pula percaya bahawa orang yang meninggalkan amal bil arkaan boleh menyebabkannya dimasukkan ke dalam neraka jika tidak diampuni Allah. Tetapi mereka tidak akan kekal di dalamnya. Bukankah perbedaan seperti ini hanya perbedaan pada lafaz dan 'ibarat sahaja? Kesimpulan daripada kedua pendapat itu ialah orang yang meninggalkan amal bil arkaan mungkin masuk neraka. Tetapi kerana ada iman di dalam hatinya, dia akhirnya akan selamat juga dan akan masuk syurga juga.

(4) Iman seseorang akan bertambah apabila ia mengerjakan segala  bentuk ketaatan

¹⁰⁵ Apabila disebut Ibni atau Ibnu 'Umar (anak laki-laki 'Umar) secara umum begitu, maka dimaksudkan dengannya 'Abdullah bin Umar. Walaupun selain beliau 'Umar mempunyai ramai lagi anak laki-laki. Antara sebabnya ialah beliau merupakan anak laki-laki 'Umar Yang paling menonjol, Beliau sering juga dipanggil dengan nama kuniah, Abu 'Abdir Rahman. Ibnu Umar memeluk agama Islam ketika masih kecil bersama ayahandanya 'Umar semasa di Mekah di peringkat awal da'wah Rasulullah s.a.w. Kemudian berhijrah ke Madinah bersama ayahnya 'Umar. Beliau tidak dibenarkan mengikuti peperangan Badar kerana dianggap belum cukup umur pada ketika itu. Peperangan pertama bersama Rasulullah s.a.w. yang diikuti 'Abdullah bin 'Umar ialah perang Khandaq. Ketika itu beliau baru berumur lima belas tahun. Kemudian teruslah beliau mengikuti peperangan demi peperangan yang dilancarkan oleh Rasulullah s.a.w. Ibnu 'Umar adalah seorang daripada enam orang sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Salah seorang daripada empat orang 'Abdul (العبادلة الأربعة). Ibnu Umar adalah seorang yang sangat wara'. alim dan zahid. Selain itu beliau juga dikenali sebagai seorang yang sangat teliti, berhati-hati dan sangat kuat dalam mengikuti sunnah Nabi s.a.w. Beliau kemudiannya dikenali sebagai mahaguru di kalangan sahabat (شيخ الصحابة). Kerana itulah Imam Malik menjadikan beliau sebagai rujukan utama dari kalangan sahabat untuk fiqhnya. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda tentangnya. kata Baginda s.a.w.: "Sesungguhnya 'Abdullah adalah seorang lelaki yang baik (saleh)." Kata Ibnu Masud: "Ibnu 'Umar adalah antara pemuda Quraisy yang paling dapat mengawal dirinya daripada (pengaruh) dunia." Sa' id bin al-Musaiyyab berkata: "Tidak ada orang di muka bumi ini yang lebih aku suka menemui Allah dalam keadaan membawa amalan sepertinya daripada Ibnu 'Umar pada hari beliau meninggal dunia." Kata Naafi': "Ibnu Umar meninggal dunia setelah memerdekakan lebih seribu orang hamba." Banyak lagilah kelebihan-kelebihan dan keutamaan-keutamaan beliau yang dicatatkan oleh para  ulama' di dalam kitab-kitab mereka. Satu ribu enam ratus tiga puluh (1,630) hadits telah diriwayat daripada beliau. Satu ratus tujuh puluh (170) hadits daripadanya telah diriwayat bersama oleh Bukhari dan Muslim. Lapan puluh satu (81) daripadanya telah diriwayatkan oleh Bukhari sahaja. Tiga puluh satu (31) daripadanya pula telah diriwayat oleh Muslim sahaja. Selepas Abu Hurairah beliaulah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Ibnu 'Umar wafat pada tahun 73H, ketika berumur 84 tahun. Sesetengah  ulama' berpendapat ketika berumur 86 tahun. Ramai sekali orang-orang yang meriwayatkan hadits daripada beliau dari kalangan sahabat dan tabi' in r.a.

¹⁰⁶Tujuan Imam Bukhari mengemukakan hadits marfu' ini ialah untuk membuktikan bahawa iman adalah sesuatu yang murakkah (kompleks). Kerananya ia boleh bertambah dan berkurang. Iman juga tidak boleh dipisahkan daripada Islam. Dalam erti kata yang lain, iman tidak boleh dipisahkan daripada amal. Segala amal saleh, termasuk apa yang kita ketahui dan percaya sebagai rukun Islam juga ada kaitannya dengan iman. Menurut Bukhari, dalam mengamalkan rukun Islam pun orang-orang Islam berbeza-beza. Kalau ada yang menjaga sembahyang dengan sebaik-baiknya, maka ada juga yang Ieka. Kalau ada yang menunaikan zakat dengan sempurna, maka ada pula yang cuai, malah ada yang langsung tidak membayar zakat. Demikian juga dengan puasa dan haji. Bukankah adanya perbezaan pada amalan-amalan tersebut menunjukkan adanya perbezaan darjat dan kekuatan iman pelaku-pelakunya? Bukankah ia menunjukkan iman itu ada ketikanya bertambah dan ada k'etikanya pula berkurang? Itulah yang hendak dibuktikan oleh Bukhari. Maka tertolaklah fahaman golongan Murji'ah yang menda'wa iman itu bersifat statik.

¹⁰⁷    Perkataan lima di sini adalah terjemahan kepada perkataan خمس yang merupakan isim 'adad.
Tamyiz bagi 'adad mumaiyyaz ini tidak disebutkan. Sama ada ia ditaqdirkan dengan perkataan دعانم(tiang). berdasarkan riwayat 'Abdur Razzaaq dan Muhammad bin Nashr di dalam Kitab as-Shalah yang dengan jelas menyebutkan perkataan ini. Atau ia ditaqdirkan dengan perkataan خصال (perkara) atau  قواعد(prinsip) dan lain-lain. Semuanya harus dan betul. Di dalam sahih Muslim tidak tersebut خمس tetapi sebaliknya .Maka ma'dudnya hendaklah ditaqdirkan dengan أشياء(perkara), أركان(rukun) atau أصول(asas) dan sebagainya. Tetapi menurut ahli-ahli tahqiq dalam ilmu Nahu 'Arab, dalam keadaan ma'dud (sesuatu yang dibilang) tidak tersebut, anda bebas menggunakan adadnya, sama ada dalam bentuk muzakkar atau muannats.

¹⁰⁸ Perintah atau suruhan supaya menunaikan sembahyang di dalam al-Qur'an sentiasa disertakan dengan perkataan: أقم  atau أقيموا (Dirikanlah), bukannya dengan semata-mata perkataan sembahyang sahaja seperti: صَلِّ atau صَلُّوْا (bersembahyanglah). Meskipun perkataan صَلِّ  atau صَلُّوْا selalu juga digunakan di dalam hadits-hadits Nabi s.a.w. Ini kerana perkataan mendirikan mempunyai maksud dan ertinya yang tersendiri. Antaranya ialah:
(i) la menggambarkan sembahyang seolah-olahnya sebuah bangunan yang terbina daripada bahagian-bahagian yang saling menyokong dan menguatkan binaannya. Oleh itu sembahyang yang dilakukan tanpa sokongan iman dan dorongan ketaqwaan bukanlah sembahyang yang diterima Allah.
(ii) Amalan sembahyang sama ada secara bersendirian atau berjamaah haruslah dilakukan mengikut garis panduan yang telah ditetapkan oleh as-Sunnah.
(iii) Amalan sembahyang haruslah dilakukan secara praktikal, bukannya memadai dengan hanya memasang niat sahaja.
(iv) Sembahyang yang ditunaikan diharap berpotensi mencegah pelakunya daripada perkara yang keji dan mungkar.
(v) la menuntut penghayatan terhadap segala bacaan dan gerak-geri dalam sembahyang yang merupakan penghubung di antara seorang hamba dan Penciptanya.
(vi) Mengingat dan menyedarkan orang yang bersembahyang agar sentiasa tulus ikhlas ketika bermunajat dengan Tuhannya.

Sebahagian daripada maksud 'mendirikan' sembahyang juga akan dapat difahami sekiranya anda menghayati keseluruhan hikmah dan falsafah di sebalik pelaksanaan sembahyang itü sendiri. Bermula daripada takbir sehinggalah kepada memberi salam, kepatuhan para ma'mum dituntut dalam mengikuti setiap pergerakan imam, peranan masjid sebagai tempat utama untuk sembahyang fardhu secara berjemaah dan lain-lain. Tuntutan agar setiap pergerakan imam di dalam sembahyang diikuti sebagai contoh, mengandungi banyak sekali pengajaran, hikmah dan falsafahnya. Cuba bayangkan, kenapa agaknya ada ancaman kepada seseorang ma'mum yang mendahului pergerakan imamnya di dalam sembahyang? Kepalanya atau mukanya di Akhirat nanti dikatakan akan bertukar menjadi kepala atau muka haiwan yang paling bodoh iaitu keledai! Lihat saja hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah di bawah ini. Kata beliau. Rasulullah
s.a.w. bersabda:
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ لَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
Bermaksud: Tidakkah seseorang daripada kamu takut kerana mengangkat kepala sebelum imam (di dalam sembahyang), kepalanya atau mukanya akan ditukar Allah menjadi kepala atau muka keledai?
(Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, Nasaa'i, Ibnu Majah dan İbnu Abi Syaibah).

Perhatikan! Bukankah ia membawa pengajaran bahawa rakyat mesti patuh kepada pemerintah yang menjunjung perintah Allah? Bukankah ia juga bererti orang yang tidak tahu patuh kepada pemimpin tidak layak memiliki kepala dan wajah manusia yang mulia. la hanya

patut berkepala dan bermuka himar yang terkenal dengan kebodohannya?! Jika terdapat sesuatu kesilapan pada pemerintah, tidaklah patut rakyat bertindak sewenang- wenang dan terus menegurnya secara kasar atau memberontak terhadapnya (dengan terus bermufaraqah).

Apa yang dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. ialah menegur imam terlebih dahulu dengan mengucapkan سبحان الله sahaja. Tidak lebih dari iłu. Begitulah Islam membimbing manusia muslim dałam kehidupan mereka bermasyarakat dan bernegara. Demikianlah sebahagian daripada tatasusila yang pernah diajar Rasulullah s.a.w. kepada umatnya. Sementara masjid pula dalam konsep Islam selain merupakan syiar dan lambang kepada sebuah negara idaman, ia juga merupakan gambaran bumi Allah yang suci daripada segala noda dan dosa. Jika di dalam masjid setiap kelakuan dan tutur kata dijaga agar selari dan sejajar dengan kehendak agama, maka begitulah juga sikap yang hendak dilahirkan dałam masyarakat di luar masjid. Sekiranya umat Islam betul-betul menghayati maksud hadits Rasulullah s.a.w.:
وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
Bermaksud: "dan bumi ini dijadikan sebagai masjid dan bahan bersuci untukku.”
(Hadits riwayat Bukhari, Muslim. Ahmad dan lain-lain),
niscaya mereka akan memahaminya dengan makna dan konsep yang lebih luas, bahawa apabila bumi ini dijadikan Allah sebagai masjid untuk Nabi Muhammad s.a.w. dan umatnya, maka setiap kelakuan serta tutur kata mereka di atas bumi ini juga seboleh-bolehnya dijaga sama seperti ketika mereka berada di dalam masjid. Dengan begitu akan aman damailah dunia ini. Sesungguhnya banyak sekali hikmat dan falsafah yang tersirat di sebalik pelaksanaan sembahyang, terutamanya sembahyang dengan berjamaah di masjid. Andaikata segala hikmat dan falsafah sembahyang diperhati dan direnungi dengan cermat, manusia akan mendapat banyak sekali pengajaran dan pedoman untuk merentasi kehidupan mereka di dunia ini selain mendapat pahala di akhirat nanti. Konsep 'mendirikan' sembahyang akan menjadi lebih sempurna dengannya. Pada ketika itu barulah peranan sembahyang sebagai pencegah kepada Fahsya' dan Mungkar akan terserlah nyata. Perhatikanlah Firman Allah s.w.t. berikut:
Al-'Ankabut 29:45
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِۗ
Bermaksud: dan dirikanlah shalat (sembahyang). Sesungguhnya shalat iłu mencegah dari perbuatan yang keji dan mungkar... (al-Ankabut:45).

¹⁰⁹ Mengeluarkan zakat atau menunaikan zakat adalah terjemahan kepada rangkai kata  إِيتَا الزَّكَاةِ .Kalau perintah menunaikan sembahyang di dalam al-Qur'an sentiasa didahului dengan perkataan"Dirikanlah ", maka perintah menunaikan zakat pula sentiasa didahului dengan perkataann"Keluarkanlah zakat atau tunaikanlah zakat”. Sepertimana perintah "Dirikanlah" perintah "keluarkanlah” juga mempunyai pengertian dan tafsiran yang tersendiri. Antaranya ialah:
(i) Pengeluaran zakat haruslah disertai dengan keimanan. Tanpa penyertaan iman, ibadah tersebut tidak mendatangkan apa-apa erti.
(ii) Pengeluaran Zakat hendaklah mengikut garis panduan yang ditetapkan oleh syariat. Tanpa mengikut panduan syariat, penunaian zakat tidak akan dinilai sebagai suatu ibadah.

¹¹⁰ Keempat mengerjakan haji dan kelima berpuasa di bulan Ramadhan. Berdasarkan sesetengah riwayat, berpuasa di bulan Ramadhan tersebut sebelum mengerjakan haji. Ada riwayat lain yang juga berpunca daripada Ibni Umar meletakkan ibadah puasa di tempat yang keempat, sementan ibadat haji pula berada di tempat kelima. Apabila perawinya. Ibnu  Umar diminta kepastian berhubung dengan perbezaan tertib di antara kedua riwayat berkenaan, beliau menegaskan bahawa kedua-duanya didengarnya sendiri daripada ucapan Baginda s.a.w. Dengan itu jelaslah
bahawa kedua-dua susunan tersebut mengandungi pengertiannya yang tersendiri. Justeru para ulama' telah menyimpulkan bahawa:
(1) Hadits-hadits yang meletakkan berpuasa di bulan Ramadhan sebelum mengerjakan haji sebenarnya lebih mengambil kira tertib ibadah-ibadah berkenaan berdasarkan tarikh atau sejarah pemfardhuannya. Para 'ulama' bersepakat tentang puasa di bulan Ramadhan difardhukan sebelum ibadah haji. Puasa di bulan Ramadhan difardhukan pada tahun kedua Hijrah, sedangkan haji pula difardhukan pada tahun keenam Hijrah. Menurut sesetengah haji baru difardhukan pada tahun kesembilan Hijrah.
(2) Hadits-hadits yang meletakkan mengerjakan haji sebelum berpuasa di bulan Ramadhan pula lebih bermaksud mengklasifikasikan bentuk ibadah kepada dua kategori, iaitu:
(i) Ibadah Wujudiyyah, iaitu amalan ibadah yang terlaksana melalui perbuatan fizikal. Dalam erti kata yang lain, ibadah yang dilakukan dengan anggota badan, seperti sembahyang, menunaikan haji dan sebagainya.
(ii) Ibadah 'Adamiyah atau Tarkiyyah, iaitu ibadah yang terlaksana tanpa perbuatan fizikal, sebaliknya ia terjadi dengan semata-mata meninggalkan sesuatu. Seperti meninggalkan makan, minum dan lain-lain di waktu siang pada bulan Ramadhan, menjauhi segala larangan syariat seperti zina dan lain-lain. Riwayat yang meletakkan ibadah haji sebelum berpuasa di bulan Ramadhan lebih bermaksud mengklasifikasikan ibadah kepada Wujudiyyah yang disusun secara turutan, bermula dengan sembahyang, zakat dan haji. Kemudian barulah disebutkan ibadah tarkiyyah iaitu puasa.

(iii) Ibadah Wujudiyyah terbahagi kepada tiga bahagian pula.
(a) Badaniyyah. Ibadah Badaniyyah ialah ibadah yang berkaitan dengan tubuh badan atau pergerakan badan. Mendirikan sembahyang merupakan satu contoh ibadah badaniyyah.
(b) Maaliyyah. Ibadah maaliyyah ialah ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Mengeluarkan zakat merupakan satu contoh ibadah maaliyyah.
(c) Gabungan di antara badaniyyah dan maaliyyah. Ibadah yang menggabungkan badan dan harta antara lainnya ialah mengerjakan haji.

(iv) Ibadah puasa terletak paling akhir kerana selain ia merupakan ibadah tarkiyyah ia juga merupakan satu ibadah yang dikatakan Allah bahawa:الصيا لي وأنا أجزي به
Bermaksud: "Puasa hanya untukKu. Akulah yang dapat memberi pahalanya."
(Hadits riwayat Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, anNasaa'i dan lain-lain).

Di antara amalan-amalan yang tersebut di dalam hadits ini puasalah yang agak berbeza daripada yang lain-lain. Kerana itulah ia disebutkan paling akhir. Hafiz Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari mentarjihkan hadits Ibnu 'Umar yang diriwayatkan oleh Muslim yang mendahulukan berpuasa di bulan Ramadhan daripada mengerjakan haji. Bagi beliau, riwayat Bukhari daripada Ibni 'Umar yang mendahulukan mengerjakan haji daripada berpuasa di bulan Ramadhan itu adalah riwayat berdasarkan makna (رواية بالمعنى). Riwayat Muslim yang mendahulukan berpuasa di bulan Ramadhan daripada mengerjakan haji pula adalah riwayat berdasarkan lafaz (رواية باللفظ) yang merupakan riwayat asal daripada Ibnu 'Umar atau ia adalah lafaz Nabi s.a.w. yang sebenarnya. Sama ada perawi tidak mendengar bantahan Ibnu 'Umar terhadap orang yang menegurnya kerana beliau telah menyebutkan berpuasa di bulan Ramadhan sebelum mengerjakan haji dalam majlis yang lain atau perawi terlupa lalu berlakulah apa yang dikatakan riwayat berdasarkan ma'na. Riwayat berdasarkan ma'na juga adalah sesuatu yang diharuskan penggunaannya oleh jumhur 'ulama' kepada orang-orang yang alim. Supaya lebih jelas berikut dikemukakan riwayat Muslim yang dimaksudkan oleh Hafiz Ibnu Hajar itu bersama terjemahannya:
عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسَةٍ عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ فَقَالَ رَجُلٌ الْحَجُّ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ لَا صِيَامُ رَمَضَانَ وَالْحَجُّ هَكَذَا سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bermaksud: Ibnu Umar meriwayatkan daripada Nabi s.a.w. Baginda s.a.w.bersabda: Islam itu dibangunkan di atas lima perkara. (Pertama) Tauhid (mengesakan Allah). (Kedua) Mendirikan sembahyang. (Ketiga) Memberi zakat. (Keempat) Berpuasa di bulan Ramadhan dan (kelima) Mengerjakan Haji. Tiba-tiba Ada seorang lelaki berkata: "Haji dan puasa bulan Ramadhan”. Jawab Ibnu Umar: "Tidak! Puasa bulan Ramadhan dan Haji. Begitulah aku dengar daripada Rasulullah s.a.w.” Bagaimanapun bukan seorang dua pensyarah Sahih Bukhari yang mengkritik pendapat Hafiz Ibnu Hajar ini. Bagi mereka kritikan Hafiz Ibnu Hajar iłu tidak kukuh kerana beberapa alasan berikut: (1) Imam Muslim tidak mengemukakan satu riwayat iłu sahaja di dałam Sahihnya. Imam Muslim telah mengemukakan empat saluran riwayat berkenaan daripada Ibnu 'Umar. Yang pertama dan yang keempat daripadanya mendahulukan berpuasa di bulan Ramadhan daripada mengerjakan haji. Yang kedua dan yang ketiga pula mendahulukan mengerjakan haji daripada berpuasa di bulan Ramadhan.
(2) Bantahan Ibnu  Umar terhadap orang yang menegurnya kerana beliau telah menyebutkan berpuasa di bulan Ramadhan sebelum mengerjakan haji di dałam hadits Muslim yang dikemukakan tadi, tidak harus dijadikan dalil tentang Ibnu 'Umar telah menyalahkan riwayat beliau sendiri yang menyebutkan sebaliknya. Tidak semestinya juga ia menunjukkan Ibnu 'Umar terlupa akan hadits yang pernah diriwayatkannya kepada orang ramai. Kedua-dua riwayat yang dikemuakakan oleh Ibnu 'Umar itu dapat dijama' dengan mengatakan beliau sebenarnya bermaksud menyatakan kedua-duanya telah didengar beliau daripada Rasulullah s.a.w. Mungkin sekali Ibn 'Umar telah mendengar hadits berkenaan sekurang-kurangnya dua kali. Ada ketikanya Nabi s.a.w. menyebutkan berpuasa di bulan Ramadhan sebelum mengerjakan haji dan ada ketikanya pula Baginda s.a.w. mendahulukan mengerjakan haji daripada berpuasa di bulan Ramadhan.
(3) Mengatakan secara putus bahawa riwayat Ibnu 'Umar yang dikemukakan oleh Bukhari di dalam Sahihnya ini adalah riwayat berdasarkan ma'na agak tidak sesuai dengan kedudukan Bukhari yang terlalu tinggi. Apalagi jika dilihat kepada susunan kitab-kitab dan bab-bab di dalam Sahih Bukhari. Bukankah Kitab al-Manaasik (Kitab Haji) menyusul selepas Kitab az-Zakat dan Kitab as-Saum (Kitab Puasa) pula menyusul selepas Kitab al-Manaasik (Kitab Haji)? Penyusunan kitab-kitab mengikut tertib seperti itu jelas menunjukkan Bukhari menjadikan hadits Ibni  Umar yang mendahulukan mengerjakan haji daripada berpuasa di bulan Ramadhan sebagai asas pegangannya. Agak sukar untuk diterima Imam Bukhari mengutamakan riwayat berdasarkan ma'na dałam keadaan ada di hadapannya hadits yang diriwayatkan berdasarkan lafaz asal daripada Rasulullah s.a.w. atau daripada seseorang sahabat Baginda!
(4) Apa yang tersebut di dałam Mustakhraj Abi 'Awaanah 'Ala Sahih Muslim adalah sebalik daripada apa yang tersebut di dałam Sahih Muslim seperti dikemukakan di atas.  Kerana di dalamnya tersebut kata-kata Ibnu Umar begini:اجعل صيام رمضان آخر هن كما سمعت من في رسول الله صلى عليه وسلم  Bermaksud:   Letaklah  puasa bulan Ramadhan di
akhir sekali sebagaimana aku dengar dari mulut Rasulullah s.a.w. sendiri. (Lihat Syarah anNawawi Ala Sahih Muslim j. I hal. 179, 'Umdatul Qaari Syarah Sahih al-Bukhari j.1 hal.324 dan Syarah as-Suyuthi, ad-Dibaaj 'Ala Sahih Muslim Bin al-Hajjaaj j. 1 hal.17). Walaupun Hafiz Ibnu as-Shalaah selepas mengemukakan kata-kata Ibnu 'Umar ini berkata: "la tidak dapat menandingi apa yang tersebut di dałam hadits Muslim.” Tetapi bukankah Muslim juga ada meriwayat dua hadits daripada Ibnu 'Umar sama seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari? Menerusi hadits ini Rasulullah s.a.w. mengumpamakan Islam dengan sebuah khemah yang lumrah digunakan dałam masyarakat 'Arab. Sepertimana khemah iłu tegak dengan satu tiang seri dan empat pancang di sekelilingnya, begitulah juga dengan agama Islam. Bangunan Islam akan berdiri megah selagi ada lima rukun yang tersebut di dalam hadits ini. Empat pancang di sekeliling sesebuah khemah menepati empat lagi rukun Islam selain dua kalimah syahadah. Kesemuanya bertindak sebagai penyokong dan pengukuh kedudukan khemah. Kalau satu, dua atau tiga daripadanya tiada,maka  khemah itu masih juga ada. Tetapi dalam keadaan Iemah dan tidak sempurna.

Ada ketikanya ia mungkin terdedah kepada keruntuhan. Menafa'at sepenuhnya daripada sesebuah khemah juga tidak lagi dapat diambil daripada khemah seperti itu.

Jika tiang serinya pula tiada, maka pada ketika itu tiada apa yang dinamakan khemah  . Tiada lagi lagi ruang berteduh di bawahnya. Tiada lagi menafa'at dan faedah yang dapat diambil daripadanya. Demikianlah juga dengan bangunan Islam . Ia tegak sempurna dan megah dengan kelima-lima rukunnya. Tiang seri bangunan Islam ialah dua kalimah syahadah iaitu bersaksi bahawa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhamad itu utusan Allah.

Dalam erti kata yang lain ia merupakan pernyataan kepercayaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa (aqidah tahid) dan kepercayaan kepada kerasulan Muhamad. Kalau rukun ini tiada, maka tidak ada apa yang dinamakan Islam itu. Kalau satu atau dua daripada empat lagi rukun Islam yang diumpamakan oleh Rasulullah s.a.w. dengan empat pancang di sekeliling sebuah khemah itu pula tiada, maka bangunan Islam akan menjadi Iemah dan tidak sempurna. Dalam keadaan keempat-empat rukun Islam selain dua kalimah syahadah tidak ada, lebih-lebih lagilah bangunan Islam itu terancam kepada keruntuhan dan kerobohan.

Perumpamaan yang dibuat Rasulullah s.a.w. ini jelas menggambarkan dua perkara berikut:
(1) Apabila seseorang masuk ke dalam khemahnya, selamatlah dia daripada ancaman musuh dalam dan luarnya. Ia juga terpelihara daripada kepanasan dan kesejukan. Begitulah keadaannya apabila seseorang masuk ke dalam Islam yang sempurna, dia akan terselamat daripada ancaman musuh dalamannya berupa nafsu ammarah dan ancaman musuh luarnya berupa syaitan.
Dia juga akan terpelihara daripada ancaman neraka daripada thabaqah naariyyah (azab berupa api dan kepanasan yang sangat dahsyat) dan thabaqah zamharirnya (azab neraka berupa kesejukan yang tidak terperi).

(2) Komponen bagi sesuatu benda atau perkara terbahagi kepada dua bahagian.
(a) Yang menyebabkan kewujudannya ( جزء مقوم).
(b) Yang menyempurnakannya (جزء مكمل).

Komponen daripada bahagian (a) kalau tidak ada, niscaya tidak akan wujudlah sesuatu benda atau perkara. Dalam perumpamaan yang diberikan Rasulullah s.a.w. itu kesaksian bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah, merupakan komponen daripada bahagian (a) atau ia merupakan  جزء مقوم bagi agama Islam. Seseorang tidak akan dikira beragama Islam sekiranya komponen ini tidak ada padanya. Sementara empat rukun selainnya pula merupakan komponen daripada bahagian (b). Seseorang yang tidak menegakkannya tetap dikira beragama Islam jika komponen pertama telah ada padanya, meskipun Islamnya itu tidak sempurna kerana ketiadaan penyempurna- penyempurnanya. Para ulama' berpendapat, walaupun rukun Islam itu hanya lima, tetapi secara simboliknya ia merangkumi hampir kesemua ajaran Islam yang Iain. Ajaran Islam itu secara keseluruhannya mungkin berupa ucapan atau tidak. Kalau berupa ucapan, maka sudah termasuk dalamnya ucapan dua kalimah syahadah. Kalau bukan berupa ucapan, mungkin ia merupakan perbuatan atau tidak. Kalau bukan perbuatan, sudah termasuk dalamnya puasa. Kerana dalam berpuasa seseorang tidak perlu melakukan apa-apa. Yang diperlukan ialah meninggalkan makan, minum dan beberapa perkara yang Iain. Kalau ia berupa perbuatan pula, maka salah satu daripada tiga bentuk perbuatan berikut tidak akan terkeluar, iaitu (a) Perbuatan yang melibatkan tubuh badan semata-mata. Sembahyang sudah termasuk di dalamnya. (b)Perbuatan yang melibatkan harta benda semata-mata. Sudah tennasuk di zakat. (c) Perbuatan yang melibatkan tubuh badan dan harta benda. Ibadat haji termasuk di dalam bahagian ini. Jihad tidak disebut Rasulullah s.a.w. sebagai rukun Islam kerana sifatnya berkala atau kerana ia bukan merupakan fardhu ain (sesuatu yang wajib atas setiap orang Islam). Antara pengajaran dan panduan yang terdapat di dalam hadits ini ialah:
(1) Rukun Islam ada lima kesemuanya. Satu daripadanya merupakan juzu' muqawwimnya (komponen yang menentukan ada atau tiadanya Islam seseorang) dan yang empat lagi itu adalah juzu' mukammin (komponen yang menyempurnakannya).
(2) Lima perkara yang tersebut di dalam hadits ini semuanya adalah fardhu 'ain yang wajib ke atas setiap orang Islam melaksanakannya.
(3) Walaupun rukun Islam pada sebutan dan pada zahirnya hanya lima sahaja, namun secara simboliknya ia merangkumi hampir kesemua ajaran Islam yang Iain.
(4) Keharusan menggunakan perkataan Ramadhan sahaja untuk bulan Ramadhan.
(5) Keharusan mentaqdirkan erti-erti yang sesuai daripada sabda Rasulullah s.a.w. yang tidak jelas atau ringkas. Perkataan lima ( tanpa tamyiz, harus ditaqdirkan dengan rukun. asas, tiang dan Iain-lain sebagai tamyiz.
(6) Penyaksian terhadap kebenaran para nabi, rasul, malaikat dan Iain-lain di samping penyaksian terhadap kebenaran nabi kita Muhammad s.a.w. tidak diperlukan kerana di sebalik seseorang menyaksikan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w. sebagai rasulullah bererti ia juga menerima segala ajaran yang dibawa Baginda s.a.w.
(7) Rasulul lah s.a.w, seringkali membuat perumpamaan untuk sesuatu prinsip agama yang dikemukakan. Tujuannya ialah untuk mendekatkannya dengan pemikiran orang ramai dan memantapkan lagi kefahaman mereka tentangnya.
(8) Kadang-kadang sesuatu hadits berbeza kedudukan lafaznya daripada segi dahulu kemudiannya. Dan punca kepada perbezaaan itu ialah Rasulullah s.a,w. sendiri. Sebabnya apabila diteliti tidak kerana Iain melainkan kerana Rasulullah s.a,w. hendak menarik perhatian umatnya kepada sesuatu perkara penting di sebaliknya.